Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

11-15 Februari, Polri Larang Aksi di Jalan hingga Pengawalan TPS

Kompas.com - 07/02/2017, 16:19 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Aparat kepolisian menerima sejumlah informasi soal penggalangan massa yang dilakukan masyarakat mulai tanggal 11 Februari hingga hari pencoblosan, 15 Februari.

Polri menegaskan, pada rentang waktu tersebut, warga tak diperkenankan melakukan pengerahan massa demi terlaksananya pelaksanaan pilkada serentak.

"Ada informasi tanggal 11 akan ada sekelompok masyarakat yang ingin menggelar acara di jalan raya. Kalau untuk di jalan raya, Polri jelas tak memberi izin," kata Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Lutfi Lubihanto di kantor KPU DKI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Selasa (7/2/2017).

Pihak Polda Metro Jaya pun mendapatkan informasi adanya pengumpulan massa pada tanggal 11, 12, dan 15 Februari 2017. Bahkan, polisi sudah menerima surat pemberitahuan untuk unjuk rasa pada 11 Februari 2017.

(Baca: KPU dan Bawaslu Ingatkan Sanksi jika Kampanye pada Masa Tenang)

"Dari surat pemberitahuan yang kami dapatkan, tanggal 11 Februari, massa yang akan berunjuk rasa melakukan pengumpulan massa di Istiqlal, shalat subuh, lanjut, dan berjalan kaki ke Monas," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan 

Dari Monas, massa akan berjalan kaki ke Bundaran HI melalui Jalan MH Thamrin dan kembali ke Monas. Mereka kemudian akan membubarkan diri.

Selain 11 Februari, polisi juga mendapatkan informasi adanya pengumpulan massa pada 12 Februari. Mereka akan membaca dan menamatkan (khataman) Al Quran di Masjid Istiqlal.

(Baca: Wiranto: Masa Tenang, Tak Ada Lagi Kegiatan yang Picu Sentimen Publik)

Sementara itu, pada tanggal 15 Februari, aparat kepolisian mendapat informasi rencana shalat subuh bersama di Masjid Istiqlal. Mereka pun berencana berjalan ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk mencoblos.

"Tanggal 15 juga rencana ada shalat subuh bersama di Istiqlal dan langgar-langgar masjid lainnya dan berjalan ke TPS, akan mencoblos dan mengawasi TPS. Padahal, kita tahu TPS sudah ada yang mengawasi," kata Iriawan.

Jika ada sekelompok masyarakat yang memaksa menggelar acara dengan pengerahan massa berjumlah besar, dikhawatirkan ada bentrok dengan kampanye pasangan calon dan nantinya membuat situasi tidak kondusif.

(Baca: KPU dan Bawaslu Ingatkan Sanksi jika Kampanye pada Masa Tenang)

Dengan adanya informasi pengumpulan massa tersebut, Iriawan mengimbau massa untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Dia mengingatkan massa untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, tidak mengganggu ketertiban umum, menjaga keutuhan dan persatuan bangsa, dan kewajiban-kewajiban lainnya yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

"Nanti apabila unjuk rasa tersebut tidak mematuhi undang-undang yang berlaku, maka unjuk rasa akan dibubarkan berdasarkan Pasal 15 (UU Nomor 9 Tahun 1998). Ada ketentuan untuk kami membubarkan, tentu dibantu aparat TNI," ucap Iriawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com