Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Syaratkan Kembali TKA Bisa Bahasa Indonesia

Kompas.com - 29/12/2016, 11:17 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta menghidupkan kembali syarat kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia.

Permintaan ini menyusul berkembangnya isu TKA ilegal China yang belakangan ramai diperbincangkan.

"Setidaknya, Kemenaker kembali mempersyaratkan kemampuan berbahasa Indonesia bagi TKA yang bekerja di Indonesia dan adanya kemampuan skill serta transfer of knowledge," ujar Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay melalui keterangan tertulis, Kamis (29/12/2016).

Aturan mengenai syarat TKA bisa berbahasa Indonesia pada Agustus 2015 lalu dihapuskan oleh Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dengan alasan agar investasi tidak terhambat. Sebab, banyak perusahaan yang mengeluhkan persyaratan tersebut.

Pemerintah memudahkan persyaratan untuk tenaga kerja asing dengan menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA.

Permenaker itu kemudian direvisi dengan Permenaker Nomor 35 tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, yang semakin memberi kemudahan untuk para pekerja asing.

(Baca juga: Aturan untuk Tenaga Kerja Asing Makin Longgar)

Saleh mengatakan, revisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 35 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing perlu dilakukan.

"Komisi IX DPR mendesak Kemenaker untuk merevisi Permenaker 35/2015," tuturnya.

Menurut Saleh, poin tersebut merupakan salah satu poin hasil rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Pengawasan TKA yang dibentuk Komisi IX.

Beberapa poin lain misalnya permintaan untuk membentuk satgas penanganan TKA ilegal yang melibatkan kementerian lembaga terkait.

Tindakan tegas juga perlu diberlakukan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan pengerahan TKA ilegal.

Pemerintah diminta agar lebih memprioritaskan tenaga kerja lokal untuk pengerjaan proyek infrastruktur dan proyek yang didanai pihak asing.

Selain itu, Komisi IX juga mendesak Kemenaker untuk menambah penyidik PNS (PPNS).

"Pasalnya, penyidik yang dimiliki oleh Kemenaker yang jumlah tidak lebih dari 1.800 orang dinilai tidak mampu mengawasi seluruh perusahaan yang ada. Apalagi, belakangan ini banyak perusahaan baru yang mempekerjakan tenaga kerja asing," kata Politisi PAN itu.

Kompas TV Isu 10 Juta Tenaga Kerja Tiongkok Bohong!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com