JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri menilai, pemerintah tidak memiliki konsep resolusi pasca-konflik yang bisa mencegah aksi terorisme muncul kembali.
Pada tahap resolusi pasca-konflik yang diiniasi oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), seharusnya pemerintah menjalankan mekanisme Disarmament, Demobilization, and Reintegration (DDR) atau pelucutan senjata, demobilisasi pasukan, dan reintegrasi.
Mekanisme DDR tidak diatur dalam revisi Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Setelah konflik itu tidak ada solusi. Setelah penumpasan kelompok teroris, tidak ada lagi yang dilakukan pemerintah. Kekerasan terus terpelihara karena tidak ada konsep DDR," ujar Puri saat ditemui di Kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2016).
Puri mencontohkan, penanganan yang dilakukan aparat keamanan dalam memberantas kelompok teroris Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.
Ssetelah aparat berhasil menembak mati Santoso, pemerintah belum bisa memberikan jaminan keadilan ekonomi bagi masyarakat.
Dia berpendapat aksi teror kelompok Santoso sebenarnya lahir karena Pemerintah tidak bisa menjawab persoalan ketidakadilan ekonomi.
Menurut Puri, Santoso bukan seorang yang memiliki paham radikal keagamaan melainkan seorang pedagang pasar yang tidak mampu bertahan karena krisis ekonomi.
Lemahnya kondisi ekonomi masyarakat Poso dinilai Puri tidak berubah setelah Santoso ditembak mati.
"Setelah kematian Santoso, pemerintah tidak bisa menciptakan keamanan insani terhadap masyarakat jaminan keamanan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nyatanya tidak ada proses pelucutan senjata, mobilisasi sisa kelompok Santoso dan upaya mereintegrasi mereka dengan masyarakat," kata Puri.
Pada kesempatan yang sama, staf Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik, Arif Nur Fikri menilai, upaya pemberantasan terorisme masih mengacu pada aspek penindakan.
Sementara, aspek pencegahan tidak begitu diperhatikan pemerintah.
Arif menuturkan, dalam kasus Santoso, kesuksesan operasi seharusnya tidak dilihat hanya dari keberhasilan aparat menembak mati Santoso.
Pemerintah juga harus memerhatikan dampak psikologi sosial di masyarakat saat operasi maupun pasca operasi pemberantasan. Parameternya, kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
"Proses penindakan memang penting, tapi pencegahan lebih penting. Karena jika masuk dalam proses penindakan itu risikonya lebih besar. Akhirnya teror ini hanya menjadi sekedar proyek negara. Tidak ada mekanisme peace building yang baik karena semangatnya hanya soal penindakan bukan pencegahan. Dampak di masyarakat tidak diperhatikan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.