JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, pihaknya tidak memahami alasan Kementerian Sekretaris Negara mengajukan banding atas putusan Komisi Informasi Publik ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dalam putusannya, KIP mewajibkan pemerintah mengumumkan hasil investigasi Tim Pencari Fakta terkait pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
"Yang namanya KIP, komisi negara yang ditugaskan melakui undang-undang. Keputusannya patut ditaati karena merepresentasikan dan menunjukkan kemauan bangsa untuk terbuka," ujar Haris dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (27/11/2016).
Padahal, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono melalui mantan Sekretaris Kabinetnya, Sudi Silalahi telah menyerahkan salinan putusan TPF itu ke pemerintahan Joko Widodo. Dengan demikian, tak ada alasan lagi bagi pemerintah saat ini untuk tidak mengumumkannya ke publik.
"Pertama, mengatakan dokumennya tidak ada. Tapi waktu sudah diberikan SBY, justru mendaftarkan gugatan ke PTUN. Lalu argumentasi apa yang mau dipakai," kata Haris.
Dia mengatakan, dalam Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 disebutkan bahwa pemerintah diwajibkan mengumumkan hasil kerja TPF. Namun, hingga berganti pemerintah pun belum juga diumumkan hasil serta rekomendasi TPF tersebut.
Karena tuntutan keterbukaan ini berlarut-larut, maka Kontras mengajukan gugatan ke KIP dan dikabulkan. Adanya gugatan pemerintah terhadap putusan KIP ini, kata Haris, menujukkan bahwa pemerintahan Jokowi tidak serius untuk menuntaskan perkara pembunuhan Munir.
"Sikap Jokowi bukan hanya enggan, tapi juga tidak logis dengan mendaftarkan ke PTUN untuk melawan keputusan KIP. Itu sikap yang irasional," kata Haris.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, putusan KIP menimbulkan multitafsir. Hal itu yang menjadi dasar pemerintah ajukan banding ke PTUN.
Di satu sisi, menurut putusan KIP soal TPF pembunuhan Munir, Kemensetneg harus mengumumkan dokumen TPF kepada publik. Sementara itu, Kemensetneg telah memberikan keterangan di sidang KIP bahwa dokumen itu tidak ada di kementerian.
Dengan banding ini, KIP diharapkan bisa memperjelas keputusannya terkait dokumen TPF tersebut.
Pratikno menambahkan, salinan dokumen TPF dari pemerintahan sebelumnya akan diteruskan kepada Jaksa Agung HM Prasetyo. "Ini karena Pak Jaksa Agung yang diperintahkan Presiden untuk menindaklanjuti semuanya," ujar Pratikno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.