JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Ade Komarudin harus menghadapi sejumlah persoalan politik yang menyangkut dirinya.
Beberapa yang mencuat ke publik, di antaranya, posisi Ade sebagai Ketua DPR terancam setelah Rapat Pleno DPP Partai Golkar memutuskan untuk mengembalikan kursi pimpinan tertinggi DPR itu kepada Setya Novanto.
Selain itu, Ade bisa jadi berurusan dengan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Itu karena, Menurut Wakil Ketua MKD DPR Sarifuddin Sudding, ada tiga laporan terhadap Ade.
Merespons hal tersebut, Ade mengaku tak takut dan akan menghadapi.
"Yang jelas kalau saya tidak merasa salah, saya tidak pernah takut. Saya akan menghadapi semuanya dengan baik karena saya tidak pernah merasa salah. Insyaallah," kata Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
(Baca: Golkar "Incar" Kursi Ketua DPR untuk Setya Novanto, Ini Komentar Ade Komarudin)
Soal jabatan Ketua DPR, pria kelahiran Purwakarta, Jawa Barat ini mencoba diplomatis. Ade menegaskan dirinya hanya fokus untuk mengabdi pada negara. Jika ternyata posisinya digeser, Ade siap mengabdi di posisi lain.
"Kan mengabdi bisa di mana saja. Banyak. Lahan pengabdian lain. Dunia saya dari kecil politik. Saya kerja buat negara ini, apapun buat negara ini pasti akan saya lakoni dengan baik," tuturnya.
Yang jelas, soal ini, Ade enggan bicara banyak. Menurut Ade, rakyat bisa menilai dan menyimpulkan.
"Biar kalian yang menyimpulkan. Kan masyarakat Indonesia 220 juta, televisi sudah masuk ke desa. Biarkan publik yang menilai. Yang penting saya hadapi semuanya dengan tenang," ujar Ade.
Sementara itu, proses laporan terhadap Ade di MKD DPR diperkirakan masih akan berlangsung lama.
Wakil Ketua MKD Hamka Haq menyebutkan, salah satunya adalah kasus terkait laporan 36 anggota Komisi VI terhadap Ade.
Hamka mengatakan, proses laporan tersebut akan berlangsung cukup panjang mengingat ada banyak pihak yang harus diminta keterangan. Enam orang pelapor telah dimintai keterangan, Rabu.
Namun sidang masih akan dilanjutkan terhadap 30 orang lainnya serta pemanggilan saksi lain.
"Ini lama ini (pembahasannya). Banyak yang lapor dan harus diminta keterangannya semua (pelapor). Karena tidak bisa perwakilan," ujar Hamka.