Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Ratas, Jokowi Sebut Proyek Listrik Mangkrak Ditumbuhi Ilalang

Kompas.com - 10/11/2016, 19:16 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Informasi mangkraknya 34 proyek pembangkit tenaga listrik era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berawal dari rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada 1 November 2016.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo mengatakan, dalam rapat terbatas membahas proyek listrik 35.000 megawatt itu, terungkap proyek listrik pada pemerintahan sebelumnya yang mangkrak.

"Muncullah data informasi bahwa ada sebagian proyek yang mangkrak. Bahkan ada yang instalasinya itu, ditumbuhi rumput, bahasa Presiden itu, ya ilalang tinggi dan itu dibiarkan," ujar Johan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (10/11/2016) sore.

(baca: 34 Proyek Pembangkit Listrik Mangkrak, Jokowi Ancam Lapor KPK)

Mendapatkan informasi itu, Jokowi merasa menyesal. Sebab, proyek tersebut didanai anggaran pemerintah.

Namun, lanjut Johan, Jokowi ingin agar persoalan tersebut segera diselesaikan. Presiden ingin proyek-proyek itu diaudit terlebih dahulu, baik oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau kementerian terkait.

Audit itu akan menunjukkan apa penyebab mangkraknya proyek. Apakah ada unsur pidana di dalamnya atau tidak.

(baca: Dari 34 Proyek Listrik yang Mangkrak, Beberapa Sudah Diproses KPK)

"Enggak jalannya gara-gara apa? Kan persoalannya harus jelas. Ada persoalan hukum enggak di situ? Nah, setelah dapat itu, oh apa perlu dilaporkan KPK enggak? Oh, ini ada tindak pidana nih, misalnya," ujar Johan.

Oleh sebab itu, perkara tersebut hingga saat ini masih ada di koordinasi antara BPKP dengan kementerian terkait, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian BUMN.

"Sekarang belum (dilaporkan ke KPK). Sekarang masih dalam tahap di BPKP. Kalau sudah jelas dari hasil itu, apa perlu dilaporkan ke KPK untuk mengusutnya. Gitu loh ceritanya," ujar Johan.

(baca: Syarief Hasan: Laporkan Saja Proyek Pembangunan Listrik ke KPK, Enggak Ada Masalah)

 

Diberitakan, proyek yang diduga merugikan keuangan negara itu adalah proyek pengadaan 7.000 megawatt yang didasari Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010.

"PLN ditugaskan sekitar 7.000 megawatt listrik. Tapi sampai hari ini proyek itu tidak terselesaikan," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung usai melaporkan hal itu kepada Presiden di Kantor Presiden.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), lanjut Pramono, juga menemukan adanya uang negara keluar untuk pembayaran 34 proyek dari 7.000 megawatt itu, yakni sebanyak Rp 4,94 triliun.

"Dari 34 proyek tersebut, ada 12 proyek yang dapat dipastikan tidak dapat dilanjutkan sehingga terdapat potensi kerugian negara yang cukup besar dari nilai kontrak sebesar Rp 3,76 triliun," ujar Pramono.

Pramono enggan menyebut berapa kerugian negara dari mangkraknya 12 proyek di era SBY itu. Ia mengatakan, hal itu merupakan wewenang BPKP.

Selain itu, sebanyak 22 proyek listrik sisanya, dilaporkan bisa dilanjutkan. Namun, kelanjutan 22 proyek itu membutuhkan tambahan biaya baru sebesar Rp 4,68 hingga Rp 7,25 triliun.

"Penambahan biaya baru ini cukup besar sehingga kami laporkan ke Presiden, mohon arahan Presiden agar bisa menindaklanjuti temuan BPKP ini dan tidak menjadi masalah di kemudian hari," ujar Pramono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com