JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri proses pembahasan proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik di Komisi II DPR, pada periode 2011-2012.
Pembahasan tersebut melibatkan mitra kerja Komisi II yakni, Kementerian Dalam Negeri.
KPK memanggil dua mantan Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap dan Agun Gunandjar Sudarsa, Selasa (11/10/2016).
Keduanya diperiksa terkait dugaan korupsi senilai Rp 2 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau disebut KTP elektronik.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, keduanya dikonfirmasi oleh penyidik seputar dugaan kerugian negara yang diakibatkan penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah pejabat negara.
(Baca: Mantan Ketua Komisi II DPR Anggap Anggaran E-KTP Rp 6 Triliun Sudah Rasional)
"Yang didalami mulai dari proses anggaran, perencanaan, pengadan dan pelaksanaan proyek," ujar Priharsa.
Seusai diperiksa pada Selasa malam, Agun Gunandjar mengatakan, Komisi II DPR pada prinsipnya hanya menjalankan pengawasan secara politik.
Menurut Agun, Komisi II DPR tidak mengaudit secara spesifik angka-angka yang dijelaskan dalam proposal anggaran.
Mekanisme pengajuan anggaran kementerian, kata dia, telah memiliki mekanisme pengawasan yang berstandar. Misalnya, saat diajukan ke Badan Anggaran DPR dan dibahas di Komisi.
"Tapi jujur saja, apakah kami mampu melihat detail sampai satuan angka? Saya tanya, apakah APBN seluruh anggota DPR tahu sampai satuan angka di Kementerian, kan tidak akan tahu," kata Agun.
(Baca: Jadi Tersangka Kasus KTP Elektronik, Staf Khusus Mendagri Dipensiunkan)
Agun menjelaskan, pada dasarnya Komisi II DPR mendorong pengadaan KTP elektronik. Adanya KTP berbasis nomor induk secara nasional dinilai menjadi kebutuhan masyarakat dalam pemilihan umum, pengurusan administrasi, hingga pendataan masyarakat saat dilakukan pembagian bantuan dari pemerintah.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Irman ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Dia diduga menggelembungkan anggaran (mark up) saat menjabat sebagai pelaksana tugas Dirjen Dukcapil dan Dirjen Dukcapil. Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun. Sementara, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.