JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Pemantau Peradilan menyoroti proses seleksi calon hakim tindak pidana korupsi yang saat ini tengah berlangsung.
Peneliti ICW Aradila Caesar mengatakan, banyak calon hakim yang merupakan pencari kerja, bukan berlatar belakang antikorupsi.
"Penelusuran kami, banyak calon hakim yang merupakan pensiunan hakim, panitera, PNS, TNI dan mantan hakim ad hoc," ujar Aradila, dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2016).
Selain itu, tak sedikit calon hakim yang berlatar belakang advokat yang tak diketahui rekam jejaknya dalam gerakan antikorupsi.
Bahkan, ada calon hakim yang merupakan kader partai politik dan mantan anggota legislatif tingkat daerah.
"Hal ini patut diberi perhatian. Mengingat hakim haruslah independen dan menghindari konflik kepentingan yang mungkin terjadi di kemudian hari," ujar Aradila.
Peneliti MAPPI M. Rizaldi menambahkan, rata-rata, para calon hakim Tipikor tidak memiliki pemahaman yang baik soal tindak pidana korupsi.
"Padahal keberadaan sosok hakim ad hoc Tipikor merupakan salah satu jawaban dalam memutus perkara tindak pidana korupsi," ujar Rizaldi.
Pasalnya, keberadaan hakim ad hoc Tipikor saat ini belum mampu meningkatkan kualitas putusan pengadilan Tipikor itu sendiri.
Catatan koalisi, sejak 2012 hingga 2016, pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman yang sangat ringan untuk terdakwa tindak pidana korupsi.
Tahun 2016, Panitia Seleksi calon hakim ad hoc Tipikor telah meloloskan sebanyak 85 orang. Mereka memasuki tahapan profile assesment dan seleksi wawancara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.