Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada "September Ceria" bagi Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia...

Kompas.com - 05/09/2016, 06:22 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - September tak berarti menghadirkan keceriaan seperti lagu "September Ceria" yang dilantunkan Vina Panduwinata. Bagi Legimin dan Wanmayetti, September justru menjadi bulan yang kelam.

Keduanya hadir dalam jumpa pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang digelar Gema Demokrasi, jaringan lembaga swadaya masyarakat (LSM), dalam rangka memperingati serangkaian kasus pelanggaran HAM masa lalu yang terjadi di bulan September.

Sejarah mencatat berbagai kasus pelanggaran HAM terjadi di bulan kesembilan dalam kalender masehi itu.

Legimin misalnya. September 1965 mengubah perjalanan hidupnya memasuki dunia yang tak pernah ia bayangkan. Kedekatannya dengan beberapa personel loyalis Presiden Soekarno di militer membuat ia diciduk oleh tentara.

Legimin dituduh terlibat dalam seluruh aktivitas Partai Komunis Indonesia (PKI), yang saat itu disebut sebagai dalang pembunuhan para jenderal.

Awal September, Legimin dibawa ke salah satu markas institusi keamanan di Jakarta Timur. Beragam interogasi pun dijalani. Bahkan, Legimin mengaku mengalami penyiksaan, dan biasa melihat penyiksaan.

"Selepas interogasi, melihat orang digotong dengan darah di sekujur tubuh itu sudah pemandangan biasa," tutur Legimin saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (4/9/2016).

Dari Jakarta Timur, perjalanan Legimin yang saat itu bekerja di bank berlanjut ke Penjara Nusakambangan. Namun, penderitaan terakhir Legimin tak berhenti di situ, dan berlanjut ke Pulau Buru.

Meski berat, Legimin tak meratapi nasib. Dia mencoba bertahan di tengah derita fisik dan jiwa yang dialami. Ia menghabiskan waktunya dengan bercocok tanam selama mendekam di tahanan.

Suatu ketika Legimin dipukuli oleh oknum tentara yang menjaganya karena dinilai cara bercocok tanamnya keliru. Padahal, cara itu biasa ia lakukan di Jawa Tengah, semasa dirinya membantu orangtua di sawah, berbeda dengan cara yang dikenal tentara asal Maluku itu.

"Mereka tak mengenal cara bertani yang lebih modern lantas malah memukuli saya karena menganggap saya salah. Dalam hati waktu dipukuli saya tertawa, ini yang bodoh siapa," ujarnya, lantas tersenyum.

Legimin menuturkan, kekonyolan itu justru membuatnya terhibur. Ironis memang. Namun bagi Legimin, kekonyolan di tengah siksaan justru membuatnya mampu bertahan.

Lain halnya dengan Wanmayetti. September merupakan bulan terakhir dirinya bertemu sang ayah. Bachtiar, ayah dari Wanmayetti, turut diberondong timah panas oleh tentara pada peristiwa Tanjung Priok, 12 September 1984 silam.

Yetti mengaku sempat melihat tank dan alutsista lain bersiaga di dekat rumahnya di Tanjung Priok.

"Waktu itu saya mengira akan ada perang karena setahu saya alutsista itu hanya boleh digunakan untuk perang," kata Yetti di Kantor LBH Jakarta.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com