JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965/1966 Untung Bejo mengatakan, keluarga korban peristiwa 1965/1966 masih sering mendapatkan perlakuan tidak layak oleh aparat.
Hal tersebut yang disampaikan saat YPKP menemui Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Sri Adiningsih dan Anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto pada Kamis (25/8/2016).
"Kami sampai saat ini masih diperlakukan secara diskriminatif, penuh stigma, selalu diancam dan diteror," ujar Untung usai pertemuan di Kantor Wantimpres, Jakarta.
(baca: Temui Wantimpres, YPKP Pertanyakan Penyelesaian Peristiwa 1965)
Ia menyebut, pertemuan YPKP di sejumlah daerah, misalnya di Cianjur, Salatiga, Solo, Banyuwangi dan beberapa daerah yang dibubarkan paksa oleh aparat keamanan setempat.
Aksi pembubaran itu dianggap tindakan represif dari negara kepada warga negaranya.
Bahkan, ketika YPKP mendatangi Wantimpres pada Kamis siang, intel Koramil, Kodim dan Polres masing-masing wilayahnya mendatangi kediaman mereka di kampung untuk menanyakan apa kepentingan mereka datang ke Jakarta.
(baca: YPKP 1965 Kecewa Pemerintah Tak Tindak Lanjuti Laporan soal Kuburan Massal)
Padahal, ketika bertandang ke sejumlah kantor lembaga tinggi negara di Jakarta, YPKP diterima dengan baik.
"Kami korban diterima secara resmi oleh lembaga negara di Jakarta dengan baik, penuh dengan rasa persaudaraan, tapi di daerah kami masih dianggap semacam teroris," ujar Bejo.
Bejo meminta Wantimpres menyampaikan hal itu ke Presiden Joko Widodo secara langsung.
Sidarto dan Sri Adiningsih, kata Bejo, berjanji akan menyampaikan pesan itu langsung kepada Presiden Jokowi.