Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Hakim Beda Pendapat soal Suap untuk Kepala Kejati DKI

Kompas.com - 02/09/2016, 12:50 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota Majelis Hakim yang memimpin persidangan terhadap dua pejabat PT Brantas Abipraya, berbeda pendapat atau dissenting opinion.

Keduanya menilai suap yang dilakukan dua pejabat PT Brantas, Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno melalui perantara bernama Marudut, termasuk dalam pasal percobaan penyuapan.

Hakim yang menyatakan beda pendapat adalah Hakim Casmaya dan Edy Supriono. Keduanya sepakat dengan Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan memilih dakwaan alternatif kedua yang mengandung Pasal 53 ayat 1 KUHP. Pasal 53 dalam KUHP merupakan pasal tentang percobaan penyuapan.

Sudi, Dandung dan Marudut didakwa menyuap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.

"Bahwa dalam pertemuan Marudut, Sudung dan Tomo, tanggal 23 Maret 2016, tidak terdapat kesepakatan atau meeting of mind mengenai akan dilakukannya pemberian uang, dengan maksud untuk menghentikan penyelidikan," ujar Hakim Casmaya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/9/2016).

(Baca: Kajati DKI dan Aspidsus dalam Pusaran Suap)

Menurut Casmaya, rencana pemberian uang sebesar Rp 2,5 miliar kepada Sudung dan Tomo berawal dari inisiatif dan persepsi Marudut.

Hakim menilai, Marudut salah mempersepsikan kata-kata Tomo yang menyatakan bersedia membantu pengurusan perkara korupsi PT Brantas yang sedang ditangani Kejati DKI.

Dengan demikian, menurut Casmaya, perbuatan Sudi, Dandung dan Marudut belum bisa dikatakan sebagai perbuatan memberi atau menerima, tapi perbuatan permulaan pelaksanaan suap.

(Baca: Ada Pesan yang Disampaikan Kajati DKI Sebelum Perantara Suap Ditangkap...)

Sementara itu, Hakim Edy Supriono memiliki pendapat yang sama. Menurut dia, kasus ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan suap.

Menurut Edy, para terdakwa sejak awal telah memiliki niat untuk menyuap Kepala Kejati DKI dan Aspidsus Kejati DKI dengan harapan agar Kejati DKI menghentikan pengurusan perkara korupsi yang melibatkan pejabat PT Brantas Abipraya. Namun, tidak selesainya perbuatan suap bukan karena inisiatif para terdakwa atau penerima suap.

Terhentinya upaya suap juga bukan karena penerima suap, tetapi karena perantara suap, yakni Marudut, lebih dulu ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Casmaya dan Edy, seharusnya dakwaan yang terbukti adalah dakwaan alternatif kedua, yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Putusan majelis hakim

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com