JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Sukamdi mengatakan, tidak ada kebijakan yang layak untuk semua daerah dalam pencatatan admistrasi kependudukan di Indonesia.
Hal ini terkait dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 471/1768/SJ dalam mendorong percepatan penerbitan KTP elektronik atau e-KTP.
Menurut Sukamdi, beberapa daerah dengan karakteristik tertentu perlu diperlakukan secara berbeda, seperti wilayah perbatasan dan pedalaman. Untuk itu, pemda setempat perlu mendapatkan diskresi.
"Peraturan seperti surat edaran dari pusat sifatnya generik," kata Sukamdi dalam keterangan tertulis, Kamis (1/9/2016).
"Pada implementasinya pemda kabupaten/kota sebaiknya diberikan diskresi atau keleluasaan untuk menerjemahkan kebijakan generik ke dalam keputusan-keputusan yang lebih responsif terhadap kondisi wilayahnya," ujarnya.
Sukamdi mencontohkan, program Kabupaten Gresik yang bernama "Kakekku Datang", akronim dari "Kartu Keluarga Ku Data Ulang".
Ide itu, lanjut Sukamdi, datang dari problem kependudukan seperti banyaknya Kartu Keluarga (KK) yang tidak pernah diperbaharui sejak 2008, data ganda, dan data anomali.
Menurut Sukamdi, program "Kakekku Datang" dipersiapkan secara matang. Tidak hanya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang bergerak, tetapi juga tenaga profesional di 18 kecamatan.
Data kependudukan yang bermasalah disosialisasikan kepada petugas pendaftar (register) di desa untuk kemudian dilakukan layanan jemput bola.
Verifikasi lalu dilakukan di tingkat RT/RW, desa, dan kecamatan. Setelah verifikasi dan validasi data, diterbitkan KK baru.
Program ini mengantarkan Gresik ke dalam "Top 99 Inovasi Kebijakan Publik 2016".
"Inovasi kebijakan sebetulnya cukup yang sederhana saja namun efektif hasilnya. Tidak ada salahnya jika cocok, program seperti yang diterapkan Gresik dicontoh oleh wilayah kabupaten/kota lainnya," ujar Sukamdi.