Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tahu Lokasi Mantan Sopir Nurhadi

Kompas.com - 19/08/2016, 17:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan sudah mengetahui posisi Royani, mantan pegawai Mahkamah Agung. Royani pernah menjadi sopir Sekretaris Mahkamah Agung ketika dijabat Nurhadi.

Royani hendak diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya tinggal menunggu waktu menangkap Royani.

"Saya cek dulu. Tapi posisinya sudah tahu," kata Agus di kantornya, Jakarta, Jumat (19/8/2016), seperti dikutip Tribunnews.com.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief sebelumnya mengatakan, lokasi keberadaan Royani setiap hari mengalami perubahan sehingga sulit untuk menemukannya.

(baca: KPK Sebut Lokasi Keberadaan Sopir Nurhadi Terus Berubah)

 

"Ada beberapa informasi yang kami dapat. Dia (Royani) di Indonesia, tetapi selalu berubah-ubah tempat," kata Laode di Gedung KPK, Jumat (10/6/2016).

"Setiap hari bergerak, jadi susah, harus pasti benar (sebelum menangkap) karena informasinya harus yang paling betul," ucapnya.

Dalam upaya mencari Royani, KPK juga telah meminta bantuan Mabes Polri. (baca: Usai Diperiksa KPK, Nurhadi Bantah Kenal Dodi dan Bungkam soal Royani)

KPK telah mengirimkan permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap Royani sejak 4 Mei 2016. Royani beberapa kali mangkir dari panggilan KPK.

 

Semenjak kasus tersebut terungkap, Royani tidak menampakkan diri hingga akhirnya dipecat sebagai pegawai negeri sipil oleh Mahkamah Agung.

KPK meyakini, Royani merupakan saksi yang diduga kuat mengetahui keterlibatan Nurhadi dalam kasus dugaan suap Edy Nasution, Panitera PN Jakpus.

(baca: Nurhadi Akui Diminta Eddy Sindoro Urus Perkara Lippo Group)

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Edy Nasution dan pihak swasta bernama Dodi Arianto Supeno pada 20 April 2016.

 

Selanjutnya, penyidik menggeledah rumah Nurhadi di bilangan Hang Lekir, Jakarta Selatan.

Pada penggeledahan tersebut, KPK menemukan uang senilai Rp 1,7 miliar, yang sebagian ditemukan di toilet kamar mandi.

(baca: Nurhadi Mengaku Dekat dengan Eddy Sindoro sejak Lama)

Kantor Nurhadi yang berlokasi di Gedung MA, Jakarta Pusat pun tak luput digeledah oleh KPK untuk mendalami kasus ini.

Namun, Nurhadi mengklaim bahwa uang tersebut merupakan miliknya pribadi. Belakangan, Nurhadi mundur sebagai Sekretaris MA.

Kompas TV Usai 8 Jam Diperiksa, Nurhadi Cuma Diam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com