Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permudah Remisi Koruptor, Menkumham Dianggap Lawan Agenda Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 16/08/2016, 16:33 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai, alasan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak masuk akal.

Agenda revisi PP ini dinilai melawan upaya pemberantasan korupsi karena ingin memberikan kemudahan pemberian remisi bagi koruptor.

"Potongan-potongan syarat bagi koruptor untuk mendapat remisi ini menjadi niat utama Menkumham dalam melawan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini," ujar Koordinator Bantuan Hukum YLBHI Julius Ibrani, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/8/2016).

Menurut Julius, Koalisi menyimpulkan bahwa ada itikad buruk dari Yasonna dengan menyebut bahwa jumlah narapidana telah melebihi kapasitas penjara, sehingga diperlukan pengurangan narapidana kasus korupsi.

"Padahal persoalan aslinya bukan pada soal itu," kata Julius.

Dia mengatakan, jumlah napi dalam kasus korupsi hanya berjumlah 3 persen dari total narapidana di seluruh Indonesia sehingga tidak akan memberikan dampak signifikan dalam upaya mengurangi over capacity Lembaga Pemasyarakatan.

Revisi PP 99 Tahun 2012, menurut Julius, tidak akan membidik persoalan yang menjadi alasan utama, tetapi lebih untuk memberikan keuntungan bagi koruptor.

"Rencana revisi PP ini jauh dari semangat pemberantasan korupsi, sehingga pembahasan dan pengesahan revisi yang substansinya menguntungkan koruptor harus ditolak," kata Julius.

Dikutip dari Kompas, alasan pemerintah merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 karena lembaga pemasyarakatan yang ada sudah penuh.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, upaya revisi PP No 99/2012 itu mendesak dilakukan mengingat kondisi LP yang kian padat.

Di sisi lain, pelaksanaan JC selama ini justru dimanfaatkan oknum penegak hukum yang tidak taat prosedur.

"Status JC tidak jarang menjadi komoditas yang diperjualbelikan," katanya.

Mengenai napi korupsi, Dusak beranggapan, penegakan hukum terhadap koruptor seharusnya selesai di pengadilan karena ada jaksa yang menuntut dan hakim yang memvonis.

Adapun peran LP adalah memasyarakatkan kembali para terhukum.

Di sisi lain, beban Lapas yang berat karena jumlah napi yang kini mencapai lebih dari 180.000 orang harus segera diatasi.

"Pemudahan remisi dimaksudkan untuk mengurangi beban LP. Sejak adanya PP No 99/2012, sekitar 65.000 napi narkotika tidak bisa mendapatkan remisi. Dalam kondisi semacam ini, pemasyarakatan tidak mampu menampung mereka dengan layak," ujar Dusak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com