JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, menyebut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah ketinggalan.
Hal itu disampaikan Agus dalam seminar Nasional "Penguatan Peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dalam Pemberantasan Korupsi" di Gedung Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Agus mencontohkan, salah satu pasal yang mengatur KPK hanya bisa menangani kasus korupsi di atas Rp 1 miliar dan melibatkan penyelanggara negara, seperti yang tertuang dalam Pasal 11 UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.
"Modus korupsi yang sering terjadi, lingkup pemberantasan korupsi di UU kita itu agak ketinggalan. Jadi kalau bapak ibu baca KPK, itu KPK menindaknya itu sangat dibatasi, hanya diatas Rp 1 miliar lebih, harus ada penyelenggara negaranya, dan kasus itu harus menjadi perhatian masyarakat," ujar Agus.
Padahal, kata Agus, korupsi bisa menjerat siapapun. "Korupsi siapapun pelakunya maupun swasta ataupun pemerintah," kata dia.
Agus kemudian membandingkannya dengan komisi pemberantasan korupsi di Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
Menurut dia, lembaga antirasuah di Singapura, kewenangannya lebih luas karena bisa menangani kasus korupsi yang terbilang kecil.
Ia menceritakan, di Singapura itu ada larangan minum-minuman keras di area stasiun. Namun, ada seorang pembantu yang mabuk di sana. Pembantu tersebut diminta membayar denda senilai 30 dollar, namun pembantu tersebut hanya punya uang 10 dollar.
"Si satpamnya mau," kata Agus.
Ketika tiba di rumah, si pembantu mengadukan kejadian itu kepada majikannya. Si majikan pun tidak terima, dan dilaporkan ke pihak yang berwajib.
"Si satpam itu terus diproses," kata dia.