Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Johan Budi Tak Langsung Sampaikan Cerita Haris Azhar ke Presiden

Kompas.com - 03/08/2016, 20:49 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo mengakui ia dihubungi oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar terkait pengakuan bandar narkoba Freddy Budiman.

Johan mengaku ditelepon oleh Haris pada Senin, 25 Juli lalu. Saat itu, Haris menceritakan soal pengakuan Freddy bahwa ada oknum aparat yang membantunya berbisnis Narkoba dari balik jeruji besi.

Namun, Johan tak bisa langsung menyampaikan cerita Haris itu ke Presiden karena tidak mendetail.

"Akhirnya, saya minta, Anda bisa enggak kasih kronologi untuk bahan saya menyampaikan itu ke Presiden," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/8/2016).

(Baca: Ungkap Cerita Freddy Budiman, Haris Akui Tunggu Momentum Jelang Eksekusi Mati)

Namun, Johan mengaku baru mendapatkan penjelasan detail dari Haris pada Kamis, 28 Juli pukul 19.57 WIB. Haris mengirimkan informasi detil pengakuan Freddy itu melalui pesan Whatsapp.

Namun, Johan tak bisa langsung menyampaikan pesan Haris itu ke Presiden karena saat itu Jokowi tengah berada di Rapimnas Golkar.

"Saya telepon dia, saya bilang saya belum bisa sampaikan malam ini karena Presiden malam itu ke Golkar. Memangnya 'Pak Lurah' bisa langsung ditelepon? Posisi saya juga enggak lagi disebelah Presiden. Saya di rumah waktu itu," ujar Johan.

(Baca: Haris Mengaku Sampaikan Cerita Freddy kepada Johan Budi Sebelum Sebarkan via WhatsApp)

Pada Jumat, 29 Juli 2016, pukul 00.50 WIB, eksekusi mati terhadap empat terpidana kasus narkoba, termasuk Freddy Budiman dilakukan. Setelah itu, pesan Haris pun menyebarkan pesan yang dikirim kepada Johan Budi  ke media sosial sehingga ramai menjadi perbincangan publik dan pemberitaan.

Presiden akhirnya mengetahui sendiri cerita Haris Azhar ini melalui pemberitaan. Saat dimintai tanggapannya soal Haris yang menyebar pengakuan Freddy itu ke media sosial karena tak juga mendapat responn dari Presiden, Johan menolak untuk berkomentar lebih jauh.

"Ya itu tadi jawabanya. Ceritanya begitu," ucap Johan.

Versi Haris

Haris Azhar mengaku telah menyampaikan cerita terpidana mati Freddy Budiman terkait keterlibatan oknum TNI, Polri, dan BNN dalam bisnis narkotika sebelum Freddy dieksekusi.

Menurut Haris, awalnya dia mengungkapkan cerita itu kepada Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi melalui telepon. Haris  menelepon Johan dari Palu, Sulawesi Tengah, Senin (25/7/2016).

"Waktu itu, saya telepon sore. Sengaja saya sampaikan cerita itu Senin karena saya menunggu kepastian waktu pelaksanaan eksekusi dan masuknya nama Freddy ke dalam daftar. Soalnya kan itu dirahasiakan," ujar Haris saat diwawancarai di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016).

(Baca: Polisi, BNN, dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Bareskrim Terkait Cerita Freddy Budiman)

Haris mengatakan, ia sengaja membuka cerita Freddy menjelang eksekusi agar mendapatkan momentum. Ia berharap, masyarakat dan pemerintah langsung memberi respons cepat.

Namun, dari Senin hingga Kamis (28/7/2016), Haris tak kunjung mendapatkan perkembangan apakah Johan sudah menyampaikan cerita itu kepada Presiden Joko Widodo.

Haris lalu mengirim cerita Freddy melalui WhatsApp kepada Johan, Kamis (28/7/2016).

Selang beberapa menit kemudian, Johan langsung menelepon Haris. Menurut Haris, Johan mengaku sudah bertemu dengan Jaksa Agung HM Prasetyo. Saat itu, Johan mengatakan bahwa Prasetyo masih harus melaporkan ke Istana soal proses eksekusi.

"Setelah menelepon saya, Johan bilang mau menyampaikan cerita Freddy ke Presiden. Saya ditelepon Johan sekitar jam 7 malam, tetapi karena tidak ada respons lanjutan, saya langsung sebarkan cerita itu melalui broadcast WhatsApp 4 jam sebelum eksekusi," ucap Haris.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com