JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Komunikasi Universitas Indonesia Ade Armando mempertanyakan rekam jejak para komisioner terpilih Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Menurut dia, para komisioner yang akan menjalani masa jabatan 2016-2019 tak cukup berpengalaman terkait kebijakan penyiaran.
"Sembilan nama ini mayoritas tidak punya rekam jejak apa-apa dalam dunia akademik maupun aktivis dan kebijakan," kata Ade saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/7/2016).
(Baca: Diwarnai Interupsi, DPR Sahkan Sembilan Komisioner KPI)
Ade mengatakan, selain rekam jejak, ia juga mengkhawatirkan sejumlah komisioner tak mumpuni dalam menjalankan tugas saat menjabat komisioner KPI.
Ia menyoroti Sudjarwanto Rahmat Muhammad Arifin, yang sebelumnya juga menjabat komisioner KPI dan kini terpilih lagi. Ade menilai, Rahmat memiliki kecenderungan untuk melindungi industri televisi.
Sejumlah calon komisioner juga dianggapnya tak menunjukkan pemahaman yang matang soal penyiaran saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
"Jadi menakutkan sih. Pada saat yang sama, proses politiknya sudah dilewati. Jadi kita hormati saja keputusan di DPR. Kita akan terus mengawasi, menilai KPI karena KPI itu mewakili kepentingan masyarakat. Jadi wajar kalau kita akan memonitor terus," ujar Ade.
(Baca: Kinerja KPI Bisa Terukur dalam Enam Bulan)
Dalam enam bulan kinerja KPI akan ada dua indikator yang bisa dijadikan tolok ukur kinerja lembaga tersebut.
Pertama, ketegasan KPI dalam menolak penggunaan televisi untuk kepentingan politik. Kedua, pelaksanaan sistem siaran jaringan.
Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan sembilan nama komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) periode 2016-2019, yang lolos dari proses uji kepatutan dan kelayakan di Komisi I DPR.
Hasil uji kepatutan dan kelayakan dibacakan oleh Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/7/2016).