JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR yang juga tersangka korupsi I Putu Sudiartana mengakui dirinya tidak berwenang mengajukan anggaran untuk proyek pembangunan 12 ruas jalan yang anggarannya berasal dari APBN-P 2016.
Hal tersebut dikatakan Putu kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat diperiksa Jumat (15/7/2016).
"Ditanyakan oleh penyidik kepada klien kami, kenapa menangani proyek yang lain. Tapi klien kami tidak sama sekali, itu bukan kewenangan beliau untuk memutus berbagai macam," ujar pengacara Putu, Muhammad Burhanuddin di Gedung KPK, Jakarta, Jumat malam.
Menurut Burhanuddin, kepada penyidik KPK, Putu menjelaskan bahwa ia anggota Komisi III DPR dan bukan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Sebagai anggota Komisi III, Putu hanya mengurusi masalah hukum, bukan pembangunan infrastruktur.
"Beliau (Putu) juga bukan pimpinan yang bisa menentukan apa pun, beliau hanya menjalankan kewajiban sebagai anggota dewan," kata Burhanuddin.
Sebelumnya, KPK menduga Putu bertindak sebagai makelar proyek. Pasalnya, uang suap yang diterima Putu berasal dari hasil pengurusan proyek yang tidak berkaitan dengan tugasnya di Komisi III DPR.
Meski proyek yang diupayakan tidak terkait dengan posisinya di Komisi III DPR, bisa jadi Putu hanya mengandalkan pengaruh yang dimiliki.
Dengan kata lain, pemberi suap meyakini bahwa Putu dapat melakukan sesuatu karena terkait dengan jabatannya sebagai legislator.
Dalam jumpa pers beberapa waktu lalu, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengungkapkan bahwa operasi tangkap tangan yang melibatkan Putu Sudiartana pada Selasa (28/6/2016), berhubungan dengan rencana pembangunan 12 ruas jalan yang anggarannya berasal dari APBN-P 2016.
Pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat tersebut nilainya mencapai Rp 300 miliar. Hingga kini, KPK masih mendalami peranan Putu, lantaran dia mengurusi wilayah kerja yang bukan menjadi lingkup kerja Komisi III DPR. Proyek pembangunan jalan dan infrastruktur merupakan domain kerja Komisi V DPR.