JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan, KPK belum memiliki rencana untuk mengeluarkan sprinlidik (surat perintah penyelidikan) terkait dugaan adanya aliran dana sebesar Rp 30 miliar yang mengalir ke "Teman Ahok" dari perusahaan pengembang reklamasi di Pantai Utara, Jakarta.
Menurut Agus, masih banyak hal yang harus dibicarakan di internal KPK mengenai informasi tersebut.
"Belum. Itu masih dibicarakan (sprinlidik). Ada hal-hal yang masih perlu didiskusikan," ujar Agus singkat saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/6/2016).
Sebelumnya, Agus pernah mengatakan akan menerbitkan surat penyelidikan terkait informasi tersebut dan telah mengetahui pihak-pihak yang akan diselidiki maupun arah penyelidikannya.
(Baca: Junimart: Kami Dapat Info, Ada Dana Rp 30 Miliar dari Pengembang Reklamasi untuk "Teman Ahok")
"Informasinya sudah ada. Siapa yang kemungkinan kami gali, arahnya sudah ada, kan tinggal memperdalam saja sebenarnya. Iya akan diterbitkan (surat penyelidikannya)," ujar Agus saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Munculnya dugaan aliran dana yang mengalir ke Teman Ahok dari perusahaan pengembang reklamasi di Pantai Utara, Jakarta, bermula dari pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang.
Pernyataan tersebut disampaikan Junimart dalam rapat kerja Komisi III dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/6/2016). Namun, ia enggan menyebutkan dari mana informasi tersebut didapatkannya.
(Baca: "Teman Ahok": Kalau Kami Terima Dana Rp 30 Miliar, Kami Beli Satu Gerbong Kereta)
"Kami dapat info ada dana pengembang reklamasi sebesar Rp 30 miliar untuk Teman Ahok. Dana tersebut disalurkan lewat Sunny dan orangnya Cyrus (Network)," kata Junimart di ruang rapat Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu siang (15/6/2016).
Namun, ia mengaku belum mengetahui apakah KPK sudah memeriksa seseorang dari Cyrus Network yang ditengarai dipecat karena mengetahui aliran dana terkait reklamasi tersebut.
Saat ini, KPK masih mendalami kasus dugaan suap terkait peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta dengan tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi.
Pengembangan kasus suap DPRD DKI
Kasus ini bermula saat KPK menangkap tangan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, seusai menerima uang pemberian dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sanusi diduga menerima suap secara bertahap yang jumlahnya mencapai Rp 2 miliar.
Suap tersebut diduga terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Selain Sanusi, dalam operasi tangkap tangan, KPK menangkap Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro. Sementara itu, Ariesman Widjaja menyerahkan diri beberapa saat setelah diumumkan sebagai tersangka.
Hingga saat ini, KPK masih menelusuri keterlibatan pihak lain dalam dugaan suap tersebut. Selain anggota DPRD DKI, KPK juga telah memeriksa sejumlah pejabat di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.