Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Harusnya Ada Upaya Pencegahan dalam Perppu Kebiri

Kompas.com - 26/05/2016, 12:41 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mengkritik peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 yang diterbitkan Presiden Joko Widodo.

Dia menilai perppu pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut hanya berfokus pada pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Padahal, perppu itu juga harusnya mengatur mengenai upaya pencegahan agar kejahatan seksual tidak terus terjadi.

Menurut dia, riset terbaru menunjukkan bahwa alat kelamin terbesar pada manusia adalah otak sehingga perilaku seksual sangat dipengaruhi pada pola pikir.

"Jadi yang paling harus kita bunuh agar masyarakat tidak salah tingkah terhadap seks itu adalah menyembuhkan otak manusia. Oleh karena itu, perppu itu juga harusnya mencakup adanya tindakan pencegahan yang masif," kata Fahri di Kompleks Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/5/2016).

(Baca: Jokowi Berharap Perppu Kebiri Beri Ruang Hakim Jatuhkan Vonis Seberat-beratnya)

Fahri menilai, perilaku kejahatan seksual yang marak terjadi akhir-akhir ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang masif.

Gambar dan video porno begitu mudah tersebar dan diakses oleh semua orang melalui ponsel sehingga seorang anak sangat mudah terpengaruh melakukan perbuatan asusila. Pemerintah, kata dia, harusnya memikirkan solusi atas hal itu.

"Harus ada upaya pencegahanya, karena kalau birahi terus diproduksi orang gila tambah banyak, pelaku seperti ini semakin bergentayangan kemana-mana dan sekarang ini sudah tidak rasional lagi bahkan sudah masuk ke dalam rumah tangga, kakek kepada cucu kan sudah rusak sebenarnya itu," ucap Fahri.

(Baca: Ini Isi Lengkap Perppu Kebiri)

Fahri menambahkan, hingga saat ini perppu kebiri belum diterima oleh DPR. Begitu sudah diterima, rapat Badan Musyawarah akan memutuskan apakah perppu dibahas di baleg, komisi atau gabungan komisi.

"Nanti komisi yanng ditunjuk membahas dan melapor ke paripurna. Jika diterima dia akan menjadi UU, kalau tidak, maka batal jadi UU. Berarti presiden harus menempuh jalur legislasi biasa dengan mengusulkan RUU didalam prolegnas," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com