JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yakin DPR akan menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Yasonna optimistis, DPR menyambut baik perppu ini meski DPR saat ini tengah merumuskan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang mengatur hal serupa.
"Enggak lah ditolak. Kami akan berupaya disahkan," kata Yasonna usai mendampingi Presiden Joko Widodo jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5/2016).
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 ini sudah ditandatangani Presiden dan diumukan pada Rabu sore ini.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
(baca: Hukuman Kebiri Menyasar Kejahatan Seksual Berulang, Beramai-ramai, dan Paedofil)
Hukuman tambahan ini menyasar pelaku kejahatan seksual berulang, beramai-ramai dan paedofil atau terhadap anak dibawah umur. Perppu akan segera dikirimkan ke DPR.
"Kita berharap fraksi di DPR akan sepakat dengan pemerintah agar perppu ini dapat dijadikan Undang-Undang," ucap Yasonna.
Dalam jumpa pers, Jokowi mengatakan, kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa karena mengancam dan membahayakan jiwa serta tumbuh kembang anak.
(baca: ICJR Nilai Pemerintah Belum Lakukan Kajian Mendalam soal Hukuman Kebiri)
Kejahatan tersebut juga mengganggu rasa kenyamanan, keamanan, dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu, pelaku harus dihukum seberat-beratnya.
Jokowi berharap penambahan pasal di perppu ini memberikan ruang bagi hakim memberikan hukuman seberat-beratnya.
Keberadaan perppu ini, kata Jokowi, diharapkan bisa memberikan efek jera kepada pelaku dan menekan angka kejahatan seksual terhadap anak.