JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhan mengatakan, ada tumpang tindih sejumlah regulasi terkait penyelenggaraan pemilihan umum.
Selain itu, menurut dia, terjadi inkonsistensi dalam undang-undang penyelenggaraan pemilu selama ini.
Regulasi terpadu yang mengatur penyelenggaraan pemilu dinilai sangat penting untuk memperbaiki kualitas pemilu dan pilkada ke depannya.
Menurut Fadli, terpisahnya undang-undang pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) menimbulkan tumpang tindih kebijakan dan inkonsistensi.
"Sudah puluhan UU pemilu dihadirkan dan terpisah kemudian memunculkan pengulangan dalam pengaturannya," kata Fadli saat dihubungi Kompas.com, Jum'at (20/5/2016).
Ia menyebutkan, ada UU yang mengatur secara berbeda untuk hal yang sama. Misalnya, kata Fadli, UU Pilpres mengatur pelaporan pelanggaran diberikan waktu tiga hari. Sementara, UU tentang pemilu legislatif memberikan waktu selama 7 hari.
"Ini kan dua hal yang sama tapi diatur berbeda dan masih banyak lagi. Ini tentu menjadi masalah jika tidak diatur untuk penyelenggaran pemilu yang akan datang," ujar Fadli.
Revisi terhadap UU Pemilu, lanjut Fadli, harus dimanfaatkan untuk merancang undang-undang pemilu dalam satu aturan yang sama.
"Jadi kita punya satu pedoman khusus untuk penyelenggaraan pemilu dan pilkada," ujar dia.
Akan tetapi, hingga saat ini, pemerintah dan DPR belum menentukan kapan pembahasan revisi UU akan dilakukan.
"Kami tidak tahu kendalanya. Tapi yang jelas kami (Perludem) sudah menyiapkan naskah akademik dan RUU Pemilu untuk menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan DPR," kata Fadli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.