Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Imbau Masyarakat Hati-hati Terhadap Simbol Komunis

Kompas.com - 11/05/2016, 08:20 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat penegak hukum mulai intensif menindak hal-hal yang berhubungan dengan komunisme.

Kaus bergambar 'palu arit', buku berisi pemahaman komunis, bahkan pernyataan di media sosial yang dianggap berbahaya bagi ideologi Pancasila, ditindak oleh aparat.

Landasan hukum yang digunakan aparat adalah Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi terlarang bagi PKI dan Larangan Kegiatan untuk Menyebarkan atau Membangkitkan Paham Ajaran Komunisme, Leninisme dan Marxisme serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Pasal 107 KUHP. 

Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengimbau masyarakat berhati-hati terhadap simbol-simbol komunisme.

Jika ingin menggelar diskusi tentang komunisme, Badrodin meminta panitia memberitahukan atau meminta izin kepada polisi setempat.

"Kalau sebatas demi kepentingan akademis ya boleh-boleh saja," ujar Badrodin, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Ia juga mengingatkan agar unggahan-unggahan di media sosial menerhatikan konten yang berpotensi dipersepsikan membahayakan bagi Pancasila.

"Ingat, media sosial itu kan tempat publik. Jadi setiap orang boleh mengekspresikan dirinya melalui tulisan, foto dan video. Nah, yang namanya tempat publik itu untuk diketahui orang lain. Makanya hati-hati, untuk diketahui orang lain itu sama dengan menyebarkan," ujar Badrodin.

Belum tentu dipidana

Terkait mereka yang ditindak karena dugaan memakai, menyimpan, atau menjual hal-hal berbau komunisme, Badrodin memastikan bahwa aparat mengetahui bahwa hal itu tak bisa menjadi indikator kebangkitan Partai Komunis Indonesia.

"Mereka yang sudah ditangkap dan barang-barangnya disita, kan harus disandingkan dengan keterangan ahli. Diteliti apakah hal itu merupakan tindak pidana atau enggak. Apakah itu termasuk menyebarkan paham atau enggak. Itu bukan pendapat penyidik, tapi dari ahli," ujar Badrodin.

Ia mencontohkan, seseorang yang diamankan polisi karena mengenakan kaus bergambar 'palu arit', belum tentu langsung dijerat pidana.

Penyidik akan menelaah apakah penggunaan kaus tersebut bertujuan menghidupkan kembali ajaran komunisme atau tidak.

"Penanganan ini sama seperti penanganan tindak pidana lainnya. Sanksinya, kalau tidak terbukti, bebas. Kalau dianggap menyebarkan ajaran saja, hanya 10 tahun. Kalau dia sampai menimbulkan aksi kerusuhan, sampai 15 tahun penjara," ujar Badrodin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com