Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Menteri BUMN Ditanya Kronologi Kerja Sama dalam Kasus Kontrak Grand Indonesia

Kompas.com - 18/04/2016, 22:01 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi diperiksa penyidik pada Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung selama sekitar tujuh jam.

Usai diperiksa, Sukardi enggan mengungkap materi pemeriksaan. Sukardi yang mengenakan setelah kemeja putih langsung masuk ke mobil putih yang menunggunya di depan pintu gedung bundar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto mengatakan, pemeriksaan Sukardi seputar keberadaan kontrak antara PT Hotel Indonedia dengan PT Cipta Karya Bumi Indah.

"Pada pokoknya mengenai kronologis persetujuan atas perjanjian kerja sama untuk membangun, mengelola, terkait proyek infrastruktur tahun 2004," ujar Amir melalui siaran pers, Senin (18/4/2016).

Sukardi diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana dalam kontrak pembangunan kompleks Grand Indonesia yang menyebabkan kerugian negara.

Sukardi sebelumnya pernah diperiksa juga sebagai saksi. Usai pemeriksaan, ia mengaku tak tahu adanya pembangunan gedung lain di luar kontrak antara PT Grand Indonesia dan Hotel Indonesia Natour.

Menurut perjanjian yang dia ketahui, pembangunan dalam kontrak hanya pembangunan dua mal, satu hotel, dan satu lahan parkir.

Selain yang disebutkan di atas, ternyata dibangun lagi dua gedung yakni Menara BCA dan Hotel Kempinski.

Sukardi mengakhiri jabatannya sebagai menteri pada Oktober 2004. Setelah itu, dia tidak tahu lagi bagaimana perkembangannya.

Namun, menurut informasi yang Sukardi dapat dari internal Kementerian BUMN, memang benar tidak ada penambahan dua bangunan itu dalam kontrak.

Menurut dia, tak ada rencana penambahan dua bangunan dalam negosiasi kontrak.

"Seharusnya ketika gedung pembangunan selesai, ada berita acara pembangunan dilaporkan ke pemegang saham, Menteri BUMN, dengan direktur. Yang jelas pada awalnya tidak ada pembahasan," kata Sukardi.

Kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Grand Indonesia ini diduga merugikan BUMN tersebut sebesar Rp 1,2 triliun.

Awalnya, menurut Kejaksaan Agung, negara memiliki lahan yang saat ini terbangun kompleks Grand Indonesia dan mempercayakan lahan itu kepada PT HIN.

Tahun 2002, perusahaan milik negara tersebut melakukan kerja sama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) untuk membangun lahan itu.

Kerja sama yang baru diteken pada 2004 itu menggunakan skema perjanjian bangun-guna-serah atau built-operate-transfer (BOT).

Dalam skema perjanjian itu, hanya empat aset yang sepakat untuk dibangun, yakni hotel bintang lima Kempinsky, pusat perbelanjaan Grand Indonesia West Mall, East Mall dan fasilitas parkir.

Namun, PT CKBI melalui anak perusahaannya, PT Grand Indonesia, melakukan subkontrak lagi dengan pengusaha lain, yakni BCA dan Apartemen Kempinsky.

Menara BCA dan Apartemen Kempinsky pun memiliki bangunan di aset lahan milik negara tersebut. Dua pembangunan itu selama ini disebut Kejaksaan tidak memberikan pemasukan kepada negara karena di luar dari perjanjian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com