Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kronologi Pembubaran Lokakarya Penyintas Kekerasan 1965

Kompas.com - 15/04/2016, 12:29 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Lokakarya dan temu kangen antara korban kekerasan 1965 dari seluruh Indonesia terpaksa ditunda dan dipindahkan lokasinya setelah ada upaya paksa dari sekelompok orang.

Rencananya, lokakarya yang digelar Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 itu digelar di kawasan Cisarua, Bogor, pada Kamis (14/4/2016), tetapi dipaksa dibubarkan oleh sekelompok orang.

Bejo Untung dari YPKP 1965 menjelaskan, selain temu kangen, lokakarya tersebut juga untuk mempersiapkan Simposium Nasional "Membedah Tragedi 1965" yang diselenggarakan oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Komnas HAM, dan Forum Solidaritas Anak Bangsa (FSAB).

Simposium itu juga didukung oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. (Baca: Luhut Sesalkan Banyak Acara Diskusi yang Dibubarkan Paksa)

Simposium nasional itu dirancang sebagai dialog awal antara pemerintah dan korban untuk merumuskan pokok pikiran menuju rekonsiliasi nasional.

"Maksud pertemuan di Wisma Coolibah kemarin dalam rangka untuk wisata, temu kangen, lama tidak bertemu. Kedua, saat itu kami ingin merancang satu sikap dalam menghadapi simposium yang diadakan oleh Menko Polhukam pada 18-19 April 2016," ujar Bejo, saat memberikan keterangan di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (15/4/2016).

Bejo menuturkan, satu hari sebelum kegiatan lokakarya, dirinya sudah memberikan surat pemberitahuan ke ketua RT, RW, Kapolsek Pacet, dan Kapolres Cianjur.

Pihak kepolisian pun, kata Bejo, sudah menyatakan tidak keberatan dengan kegiatan tersebut. (Baca: Presiden Jokowi Terima Delegasi Partai Komunis China)

Namun, pada Kamis pagi, Bejo mendapatkan informasi sudah banyak berkeliaran tentara dan polisi di sekitar lokasi.

Sekitar pukul 16.00 WIB, terlihat sekelompok massa mendatangi area wisma. Mereka memaksa acara lokakarya dibubarkan.

"Semakin malam semakin bertambah banyak massa yang datang. Pemilik wisma ketakutan dan akhirnya memutuskan menghentikan acara karena diteror ormas," ungkap Bejo.

Akhirnya, YPKP memutuskan untuk pindah ke LBH Jakarta. Ada sekitar 81 orang penyintas peristiwa kekerasan 1965 yang diungsikan. Semuanya sudah berumur di atas 60 tahun.

Mereka berasal dari beberapa daerah, seperti Parepare, Sumatera Utara, Sumatera, dan Balikpapan.

"Kami memutuskan untuk pindah. Sampai di LBH Kamis jam 11 malam. Setelah ini kami akan terus melaksanakan kegiatan lokakarya di Komnas HAM dan LBH Jakarta," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com