Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abaikan Putusan MA soal PPP, Menkumham Dinilai Langgar UU

Kompas.com - 13/04/2016, 21:19 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dinilai melanggar Undang-undang karena telah mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai konflik kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Pada Oktober 2015 lalu, MA sudah mengeluarkan putusan memenangkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz.

Namun, Menkumham justru mengeluarkan SK perpanjangan bagi Muktamar PPP Bandung 2011 yang sudah habis masa kepengurusannya sebagai payung hukum penyelenggaraan Muktamar islah.

"Sudah pasti melanggar UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintah. Di UU itu dinyatakan (keputusan Menkumhan) harus memenuhi asas legalitas," kata Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis saat dihubungi, Rabu (13/4/2016).

(Baca: Ini Alasan Menkumham Tak Sahkan Kepengurusan PPP Djan Faridz)

Margarito mengungkapkan, putusan MA ialah putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap dan final. Seharusnya, Menkum HAM memakai dasar itu untuk menyelesaikan konflik di internal PPP. Bukan justru berimprovisasi dengan menghidupkan lagi SK Muktamar Bandung.

"Putusan MA adalah hukum. Maka Menkum HAM menggunakan putusan hukum itu sebagai dasar," ucap Margarito.

Apabila Menkumham tetap mengesahkan kepengurusan Muktamar Islah pada 8-10 April 2016 lalu yang memenangkan Romahurmuziy, maka Margarito menyarankan agar Djan Faridz kembali melakukan gugatan hukum.

"Kalau nanti hasil muktamar kemarin disahkankan oleh Kemekumham, wajar Djan memperkarakan ke pengadilan PTUN," kata dia.

(Baca: PPP Dinilai Tak Punya Sosok Perekat yang Mampu Rangkul Semua Kader)

Yasonna sebelumnya mengakui, dia tidak bisa menjalankan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta di bawah kepemimpinan Djan Faridz.

Yasonna beralasan, penyelesaian dualisme di PPP sebaiknya tidak diselesaikan melalui langkah hukum.

"Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan hukum. Akan lebih baik masalah itu diselesaikan dengan kesepakatan. Ini bukan permasalahan perkara publik, ini perkara perdata. Perkara perdata itu yang paling pokok adalah perdamaian," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2016).

Kompas TV 2 Kubu PPP Saling Serang Selama Hampir 2 Tahun

Selain itu, Menkumham juga mengaku, masih ada sejumlah persyaratan yang belum dipenuhi oleh kubu Djan Faridz. Namun, dia tidak menyebutkan syarat-syarat yang dimaksud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com