Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Pejabat Tak Lalai Buat LHKPN, Pemerintah Diusulkan Buat Dua Regulasi Ini

Kompas.com - 23/03/2016, 17:19 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengungkapkan pemerintah perlu menerbitkan dua regulasi agar para pejabat negara tertib membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Dua regulasi yang dibutuhkan yakni peraturan pemerintah dan RUU Perampasan Aset.

Di dalam PP tersebut, kata Almas, perlu diatur sanksi bagi penyelenggara negara yang terlambat melaporkan atau melengkapi LHKPN, tidak melaporkan LHKPN, atau melaporkan LHKPN tapi tidak secara benar dan jujur.

Selain itu, perlu diatur pula secara rinci mengenai mengenai batas waktu melaporkan dan melengkapi LHKPN. Misalnya, dalam jangka waktu dua tahun atau saat seseorang berpindah jabatan.

(Baca: Gerindra, Nasdem, dan Hanura Jadi Fraksi yang Anggotanya Paling Sedikit Lapor LHKPN)

"Misalnya kalau di DPR, dari Anggota jadi pimpinan seperti Ade Komarudin. Saat pindah harus memperbarui LHKPN nya," kata Almas di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (23/3/2016).

Dengan diberlakukannya batas waktu tersebut, pemberian sanksi dianggap akan lebih ekektif.

Sanksi yang diberikan bisa berupa denda, pencopotan jabatan, penundaan kenaikan jabatan, dan lain sebagainya apabila tidak melaporkan LHKPN dalam batas waktu yang ditentukan padahal telah diberi peringatan sebelumnya.

(Baca: ICW Minta KPK Segera Umumkan Anggota DPR yang Belum Laporkan LHKPN)

Sedangkan rekomendasi lainnya adalah agar pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat segera membahas RUU Perampasan Aset.

"Karena kami percaya LHKPN bisa jadi salah satu instrumen untuk kemudian menjadi pintu masuk merampas aset-aset penyelenggara negara yang tidak dilaporkan di LHKPN dan diduga bersinggungan dengan tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan lain sebagainya," kata Almas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com