Saat ini, upaya meraih dividen digital di Indonesia sedang bertarung dengan ketidakpastian, ketiadaan kontrol, aturan permainan yang belum adil, dan ancaman “main blokir” aplikasi.
Juga, dukungan pemerintah yang kurang terhadap transformasi ke dunia digital, serta kemampuan mengadopsi teknologi bagi dunia usaha konvensional.
Untuk kesekian kalinya, para sopir taksi protes atas keberadaan taksi-taksi yang beroperasi dengan menggunakan aplikasi atau biasa disebut sebagai taksi online. Kali ini, unjuk rasa dilakukan ribuan sopir taksi di Jakarta, Senin (14/3/2016).
Telusuri topik demo taksi online ini di sini.
Inilah pertikaian yang dihasilkan dari berkah digital yang seharusnya disambut gegap gempita. Perselisihan ini sebenarnya bukan hal yang baru.
Akhir 2015 lalu, protes serupa juga didengungkan sopir taksi dan ojek pangkalan dari beberapa kota besar di Indonesia. Mereka memprotes praktik angkutan berbasis aplikasi seperti taksi online dan ojek online.
Pada Kamis (17/12/2015) tahun lalu, Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah mengeluarkan larangan taksi dan ojek online beroperasi. Larangan ini pada akhirnya tak bisa dieksekusi dengan alasan layanan online seperti itu masih dibutuhkan masyarakat.
Kemarin, Senin (15/3/2016), Kementerian Perhubungan mengulangi hal senada dengan mengusulkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar memblokir aplikasi taksi online.
Menanggapi hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menekankan bahwa regulasi angkutan transportasi berbasis aplikasi, seperti Uber dan GrabCar, sepenuhnya ada di tangan Kementerian Perhubungan.
"Dari sisi Menkominfo, tidak relevan dengan regulasi, lebih banyak regulasi transportasi dan regulatornya Kemenhub. Ada juga dishub daerah," kata Rudiantara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/3/2016) sore.
Apa yang disampaikan Rudiantara memang beralasan. Inilah titik lemah peran dan fungsi regulator di saat tak ada regulasi yang mengatur ekonomi baru ini. Institusi yang mengatur menjadi limbung karena memang perangkat aturannya belum ada.
Baca: Demo Tolak Taksi "Online", Antara Kemampuan Adopsi Teknologi Versus Aturan Main Bisnis
Lambatnya respons pemerintah dalam menyediakan regulasi yang jelas dan adil untuk semua pihak, membuat persoalan ini berlarut-larut.
Para sopir masih mengusung tuntutan lama yaitu menuntut pemerintah agar menutup bisnis mobil berbasis aplikasi, khususnya GrabCar dan Uber.