Sebaliknya, penyedia aplikasi transportasi online seperti GrabCar, bersikeras bahwa mereka bukanlah perusahaan transportasi, melainkan perusahaan penyedia aplikasi.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta berulang kali telah memanggil Uber Asia Limited (Uber Taksi) dan PT Solusi Transportasi Indonesia (GrabCar).
Dalam pertemuan itu, kata Basuki, Pemprov DKI Jakarta selalu menegaskan bahwa usaha angkutan umum harus menaati aturan.
"Kami sudah sampaikan, kalau Anda mau usaha di sini, di sini tuh ada aturan. Kami tidak menentang program aplikasi, tetapi minimal mobil-mobil Anda mesti didaftarkan," kata Basuki.
Basuki pun mengancam, "Makanya, gimana coba tangkapnya? Harusnya kita mulai jebak. Ke depan, kami akan mulai jebak mereka (Uber). Kami kandangin."
Khas dunia berkembang
Pro dan kontra ini tak hanya terjadi di dunia angkutan umum. Semua sektor terimbas. Mereka sama-sama berkontraksi untuk mencari titik keseimbangan baru. Banyak usaha yang tumbang, namun banyak pula inovasi baru yang tumbuh berkembang.
Bank Dunia, dalam laporannya berjudul “Digital Dividends, World Development Report 2016” dengan panjang lebar mengurai persoalan tumbuhnya ekonomi baru ini.
Apa yang terjadi di Indonesia sebenarnya khas negara berkembang yang sedang berinisiatif menuju eknomi digital. Pertentangan antara bisnis konvensional versus bisnis digital menjadi tanda belum pastinya medan kompetisi yang fair untuk semua.
Tuntutan agar perusahaan-perusahaan itu membayar pajak, sebenarnya bukan hal yang berlebihan. Negara maju, misalnya seperti Perancis, juga sama-sama menuntut agar perusahaan seperti itu membayar pajak.
Teori ekonomi menjelaskan dengan gamblang apa itu ekonomi baru. Ketika seseorang ingin membeli barang, biasanya menghabiskan waktu dan uang untuk mencarinya, membandingkannya dengan produk lain, menawar harga, dan memastikan kita akan mendapatkan yang kita bayar.
Inilah biaya transaksi yang biasanya dianggap wajar dan harus dibayar konsumen di dunia ekonomi lama. Internet dan teknologi digital telah lahir dan memangkas semua prosedur itu.
Kegiatan membandingkan harga dan layanan diambil alih oleh algoritma berbasis web. Semua orang bisa memakainya gratis. Orang-orang yang telah memakai produk atau jasa bisa berbagi pengalaman dan kisah.
Pada akhirnya, banyak konsumen yang menjadi pelanggan dari sebuah produk atau jasa merupakan gabungan dari mencari harga murah dan membeli pengalaman. Dari hanya sekadar membeli pengalaman inilah, ekonomi digital terpicu dan berkembang mewujud sebagai ekonomi baru yang mapan.
Internet telah memangkas banyak ongkos transaksi, membuatnya lebih murah, terjangkau semua pihak, luwes, dan masif. Di tengah absennya peran negara, teknologi digital pada akhirnya memompa pertumbuhan bisnis, memperlebar peluang, dan meningkatkan mutu layanan.
Tapi, jangan salah. Ekonomi digital juga perlu diatur. Inilah peran negara, peran eksekutif dan legislatif untuk bersama-sama memikirkan regulasinya.
Tak hanya mengatur dunia digital, namun juga bisa membantu perusahaan-perusahaan konvensional untuk bertransformasi menuju perusahaan modern.