Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Tidak Ada Bukti Penyadapan KPK Bermasalah

Kompas.com - 16/02/2016, 11:44 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pembina MMD Initiative Mahfud MD menyatakan tidak sepakat jika penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus atas izin dewan pengawas.

Pengaturan penyadapan itu masuk dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Mahfud menuturkan, usulan mengatur penyadapan itu juga belum jelas alasan akademiknya. Karena itu, Mahfud meminta DPR memberikan bukti bahwa penyadapan KPK perlu diatur lantaran berpotensi disalahgunakan.

"Katanya untuk menghilangkan kesewenang-wenangan, apa itu benar? Mana naskah akademiknya? Selama ini, tidak ada satu pun bukti penyadapan itu salah," kata Mahfud dalam diskusi mengenai upaya penguatan KPK di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Selasa (16/2/2016).

KOMPAS.com/Sabrina Asril Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu melanjutkan, tersangka korupsi yang dijerat dari hasil penyadapan KPK tidak pernah ada yang lolos. (Baca: Indriyanto: Dewan Pengawas Tak Bisa Ikut Campur Teknis Yuridis seperti Penyadapan)

Informasi mengenai penyadapan juga tidak pernah bocor, kecuali setelah ditetapkan menjadi tersangka.

Dengan usulan pengaturan penyadapan oleh dewan pengawas, kata Mahfud, hal itu berpotensi bocornya rencana penyadapan KPK. (Baca: Busyro Anggap DPR Sengaja Batasi Kewenangan KPK karena Takut Disadap)

Mahfud ingin keberadaan dewan pengawas KPK nantinya tanpa diberi kewenangan atau mengintervensi penindakan.

"Dasar akademisnya mana yang bilang penyadapan bermasalah? Kalau harus izin dewan pengawas, sudah tidak ada lagi gunanya penyadapan," kata Mahfud.

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya berpendapat bahwa penyadapan memang harus diperketat supaya tidak disalahgunakan. (Baca: Luhut Sebut KPK Dahulu Menyadap Semaunya)

Luhut menyebut adanya pengalaman KPK sebelumnya yang melakukan penyadapan secara seenaknya. Namun, Luhut tidak menjelaskan penyimpangan penyadapan yang dimaksudnya.

"Yang enggak boleh itu kayak dulu, mau nyadap semaunya. Nah, sekarang harus ada persetujuan standing operation dari KPK," ujar Luhut.

Ia menegaskan, persetujuan penyadapan dari dewan pengawas bukannya memangkas wewenang KPK. Selama tindakan penyadapan ditujukan untuk pelaku korupsi, hal itu tidak jadi soal. (Baca: Harus Lapor ke Dewan Pengawas, Penyadapan yang Dilakukan KPK Rawan Bocor)

"Kalau memang ada dosanya, ya ngapain juga mesti minta izin pengadilan? Lakukan saja. Makanya, harus diseleksi semuanya," ujar Luhut.

Revisi UU KPK menuai perdebatan karena dianggap ingin melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.

Ada empat poin yang menjadi fokus revisi UU tersebut, yaitu keberadaan dewan pengawas, penyidik independen, kewenangan mengentikan penyidikan (SP3), dan diaturnya kewenangan menyadap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang Akibar Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang Akibar Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nasional
Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Prabowo Nilai Gaya Militeristik Tak Relevan Lagi, PDI-P: Apa Mudah Seseorang Berubah Karakter?

Nasional
Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Hadir di Dekranas Expo 2024, Iriana Jokowi Beli Gelang dan Batik di UMKM Binaan Pertamina

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Jokowi Ucapkan Selamat ke PM Baru Singapura Lawrence Wong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com