Aparat diharapkan dapat meningkatkan tindakan preventif guna mencegah adanya aksi teror seperti yang terjadi di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, pertengahan Januari 2016 lalu.
Pada Senin kemarin, polisi melakukan penggerebekan di Kelurahan Pena To'i, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Dalam penggerebekan itu, seorang terduga teroris bernama Fajar tewas. Sementara, dua terduga teroris berinisial J dan IM diamankan.
Adapun, kelompok yang digerebek diduga berafiliasi dengan jaringan Santoso. Mereka pernah melancarkan aksi teror di Bima dan Poso, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.
"Pelaku termasuk yang melakukan penembakan terhadap patroli di Poso dan juga terlibat dalam pembunuhan Kapolsek, penembakan Kapolsek di Bima," kata Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti di Kompleks Parlemen.
Tak pernah kecolongan
Saat rapat antara DPR dan pemerintah, Senin kemarin, persoalan terorisme menjadi salah satu topik yang dibahas.
Rapat tersebut diikuti oleh Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Wakil Kepala BIN Torry Djohar, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Jaksa Agung M Prasetyo, Menpan-RB Yuddy Chrisnandi, dan Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie.
Luhut mengatakan, adanya penangkapan terhadap terduga teroris di Bima menunjukkan selama ini aparat terus bekerja.
Ia menegaskan, dalam mengatasi masalah terorisme, tidak ada istilah kecolongan yang dilakukan aparat.
Sebab, tidak ada satu pun intelijen di dunia yang bisa memprediksi kapan kelompok teroris akan beraksi.
"Kami tahu persis perjalanan mereka. Yang kami tidak tahu, kapan dan dimana aksi dilakukan. Itu makanya kita kejar terus," kata Luhut.
Ia menambahkan, dari informasi yang diperoleh, ada rencana akan terjadinya aksi teror dalam waktu dekat.
Namun, belum dapat diketahui di mana lokasi serangan itu akan terjadi.