Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sutiyoso Diminta Akui Kecolongan dan Tak Salahkan UU

Kompas.com - 17/01/2016, 15:46 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil menolak usul Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso agar BIN diberi wewenang penangkapan.

Sikap Sutiyoso tersebut dianggap hanya sebagai dalih karen kecolongan dalam serangan teror di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat.

"BIN akui saja kalau kecolongan. Jangan malah bingung dan mengalihkan isu dan bicara kewenangannya yang kurang," kata Haris Azhar dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/1/2016).

Haris mengatakan, tugas BIN memang hanyalah mengumpulkan informasi dan melakukan deteksi dini, bukan melakukan penangkapan.

Jika BIN sudah mendapatkan informasi mengenai aksi teror di Sarinah, harusnya BIN cukup berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Nyatanya, kata Haris, BIN juga tak berani menyatakan bahwa sudah mendapatkan informasi soal aksi teror tersebut.

"Tak pantas pejabat tinggi bilang kewenangannya kurang," ucap Haris.

Al Araf dari Imparsial menambahkan, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 yang ada saat ini sebenarnya sudah cukup untuk menanggulangi terorisme.

Permasalahannya justru ada pada kinerja intelijen yang belum maksimal.

"Salah dan keliru jika BIN diberi kewenangan menangkap," kata dia.

Bahrain dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta khawatir, BIN akan menyalahgunakan wewenangnya jika diizinkan untuk melakukan penangkapan.

Pemberian kewenangan penangkapan juga dikhawatirkan akan membuat kinerja BIN dan kepolisian tumpang tindih.

"Dengan kerja yang tertutup, maka pemberian kewenangan menangkap kepada BIN justru akan membuka ruang terjadinya abuse of power dalam berbagai macam bentuk seperti kemungkinan terjadinya penangkapan sewenang-wenang hingga penculikan," ucap Bahrain.

Sutiyoso sebelumnya mengaku telah memberikan sinyalemen kepada aparat keamanan atas rencana serangan di kawasan Sarinah. Namun, BIN sulit memberikan kepastian kapan serangan itu akan terjadi lantaran aksi teroris tidak terikat ruang dan waktu.

"BIN sudah menyampaikan kemungkinan adanya serangan pada tanggal 9 Januari 2016, tetapi ternyata kan tidak terjadi," kata dia.

Dia menambahkan, BIN telah menjalankan fungsi dan tugasnya dalam upaya mendeteksi serangan teroris tersebut. Wewenang deteksi itu diatur di dalam UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Pasal 31 pada UU itu menyebutkan, BIN memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran.

"Tapi, di Pasal 34 wewenang BIN dibatasi. Karena penggalian itu hanya dapat dilakukan tanpa tindak lanjut melakukan penangkapan dan penahanan," ujarnya. [Baca juga: Kapolri: Mana Ada di Dunia Ini BIN Bisa Menangkap]

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatian

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatian

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Nasional
Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Nasional
Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com