Sikap Sutiyoso tersebut dianggap hanya sebagai dalih karen kecolongan dalam serangan teror di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat.
"BIN akui saja kalau kecolongan. Jangan malah bingung dan mengalihkan isu dan bicara kewenangannya yang kurang," kata Haris Azhar dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/1/2016).
Haris mengatakan, tugas BIN memang hanyalah mengumpulkan informasi dan melakukan deteksi dini, bukan melakukan penangkapan.
Jika BIN sudah mendapatkan informasi mengenai aksi teror di Sarinah, harusnya BIN cukup berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Nyatanya, kata Haris, BIN juga tak berani menyatakan bahwa sudah mendapatkan informasi soal aksi teror tersebut.
"Tak pantas pejabat tinggi bilang kewenangannya kurang," ucap Haris.
Al Araf dari Imparsial menambahkan, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 yang ada saat ini sebenarnya sudah cukup untuk menanggulangi terorisme.
Permasalahannya justru ada pada kinerja intelijen yang belum maksimal.
"Salah dan keliru jika BIN diberi kewenangan menangkap," kata dia.
Bahrain dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta khawatir, BIN akan menyalahgunakan wewenangnya jika diizinkan untuk melakukan penangkapan.
Pemberian kewenangan penangkapan juga dikhawatirkan akan membuat kinerja BIN dan kepolisian tumpang tindih.
"Dengan kerja yang tertutup, maka pemberian kewenangan menangkap kepada BIN justru akan membuka ruang terjadinya abuse of power dalam berbagai macam bentuk seperti kemungkinan terjadinya penangkapan sewenang-wenang hingga penculikan," ucap Bahrain.
Sutiyoso sebelumnya mengaku telah memberikan sinyalemen kepada aparat keamanan atas rencana serangan di kawasan Sarinah. Namun, BIN sulit memberikan kepastian kapan serangan itu akan terjadi lantaran aksi teroris tidak terikat ruang dan waktu.
"BIN sudah menyampaikan kemungkinan adanya serangan pada tanggal 9 Januari 2016, tetapi ternyata kan tidak terjadi," kata dia.
Dia menambahkan, BIN telah menjalankan fungsi dan tugasnya dalam upaya mendeteksi serangan teroris tersebut. Wewenang deteksi itu diatur di dalam UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Pasal 31 pada UU itu menyebutkan, BIN memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran.
"Tapi, di Pasal 34 wewenang BIN dibatasi. Karena penggalian itu hanya dapat dilakukan tanpa tindak lanjut melakukan penangkapan dan penahanan," ujarnya. [Baca juga: Kapolri: Mana Ada di Dunia Ini BIN Bisa Menangkap]
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.