Dia menilai syarat selisih suara tak relevan untuk dipermasalahkan apabila hal tersebut terjadi karena kecurangan dan kejahatan pilkada.
Dalam Pasal 158 ayat (1) dijelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
"Sekarang sudah hampir 30-40 daerah. Paling tidak 100 daerah dari 147 pemohon," ujar Aziz dalam sebuah dikusi di Jakarta, Senin (11/1/2016).
Menurut Aziz, petisi rakyat tersebut akan digalang setidaknya hingga sebelum putusan sela di MK pada 18 Januari.
Ada tiga tuntutan
Di samping petisi yang tengah digalang, kata Aziz, ada pula petisi online yang telah mendapatkan sekitar 1.500 dukungan dari unsur masyarakat.
Petisi online tersebut digalang melalui www.pejuangdemokrasi.com/gerakpilkada dan telah digalang sejak hari pertama sidang sengketa hasil pilkada MK.
Aziz memaparkan, ada tiga tuntutan yang digalang. Pertama, yaitu desakan bagi presiden untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut Pasal 158 UU Pilkada.
Pasal tersebut, kata Aziz, dikhawatirkan ke depannya membuat peserta pilkada menghalalkan segala cara agar dapat menang di atas batas selisih suara yang ditentukan. Dengan demikian, kemenangannya tak dapat disengketakan.
"Kami mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu karena ini sangat genting dan memaksa, menyangkut demokrasi Indonesia ke depan," tutur Aziz.
Adapun tuntutan kedua adalah agar MK memprioritaskan judicial review UU Pilkada dan mencabut Pasal 158 sebelum meneruskan proses persidangan hasil perselisihan pilkada.
"Artinya, putusan sela harus di-pending sebelum ada keputusan judicial review yang mencakup Pasal 158," ujarnya.
Sementara tuntutan terakhir dalam petisi adalah mendesak DPR untuk segera melakukan revisi Undang-Undang Pilkada.
Namun, jika waktu tidak cukup, lanjut Aziz, MK sebagai mahkamah pengawal konstitusi harus berani mengabaikan Pasal 158 dalam memutus setiap persidangan sengketa hasil pilkada.
Dia berharap petisi rakyat tersebut akan ditandatangani oleh semua calon kepala daerah yang mengajukan sengketa ke MK. Para calon kepala daerah, menurut Aziz, mewakili suara mereka di pilkada serentak.
"Harapan kami petisi ini akan ditandatangani, mewakili 17 juta lebih. Karena setiap calon kepala daerah kalau diakumulasi suaranya di atas 10 juta," imbuh Aziz.