Ada beberapa kemungkinan alasan kenapa pemilih tidak menggunakan hak pilihnya.
Pertama, adalah karena pemilih tidak mengetahui bahwa ada penyelenggaraan pilkada serentak. Kedua, pemilih sadar akan fungsinya untuk memilih, tetapi merasa tak ada calon yang cocok.
"Pemilih sadar akan fungsi dirinya untuk memilih pemimpin, tetapi pemimpinnya enggak ada yang cocok. KPU jangan disalahkan," kata Arief di Kantor KPU Pusat Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2015).
Adapun alasan lainnya, menurut Arief, adalah karena adanya hambatan teknis dan bencana alam.
"Misalnya, dia sudah mau berangkat ke TPS, tiba-tiba keluarganya sakit. Dia terpaksa tidak menggunakan," ucap Arief.
Target terlalu tinggi
Sebelumnya, Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menganggap KPU mematok standar terlalu tinggi dalam menargetkan angka partisipasi pemilih pilkada serentak 2015.
Menurut dia, hasil penelusuran JPPR menunjukkan bahwa angka partisipasi pemilih di beberapa daerah tidak mencapai 70 persen.
Ia mengatakan bahwa angka partisipasi pemilih yang tinggi hanya terjadi di daerah yang mendapatkan sorotan, seperti Surabaya, Depok, Tangerang Selatan, Semarang, dan Palu.
Angka partisipasi yang tinggi juga terlihat pada daerah dengan calon kepala daerah petahana atau calon kepala daerah dari tokoh populer.