Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Pilkada di Indonesia Masih Pakai "Paku"?

Kompas.com - 10/12/2015, 07:52 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pertanyaan seputar pelaksanaan pilkada di Indonesia dilontarkan oleh para anggota delegasi asing kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum.

Mereka sejak beberapa hari terakhir memang diajak oleh KPU untuk menyaksikan proses pilkada serentak dalam program Election Visit Program.

Mereka juga diajak ke Tangerang Selatan untuk melihat proses pemungutan suara hingga penghitungan suara di beberapa TPS.

Rupanya, cara memilih dengan mencoblos di Indonesia mengundang pertanyaan salah seorang delegasi dari Korea, Won Jung.

"Saya lihat di TPS kalian menggunakan paku untuk memilih calon. Kenapa masih memakai paku?" ujar Won Jung saat penutupan Election Visit Program di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (9/12/2015) malam.

Dia bercerita masyarakat Korea pasti akan tersinggung jika melihat ada paku di kotak suara. Bagi mereka, itu sangat menyakitkan hati.

Sehingga, dia pun mengaku kaget melihat paku malah digunakan dalam pemilu di Indonesia. "Tapi di sini sungguh mengagetkan, paku itu ada dan dipakai," ujar dia.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay pun menjawab pertanyaan itu. Pada pemilu tahun 2004, sebenarnya Indonesia sudah tidak lagi menggunakan sistem coblos. Cara memilih sudah diganti dengan cara memcontreng.

Namun, kata Hadar, pada saat itu tingkat suara tidak sah justru tinggi. Karena ada beberapa pemilih yang mencontreng tidak sesuai aturan dan membuat suara tidak sah.

Hadar mengatakan, hal itu membuat suara yang seharusnya masuk sebagai dukungan bagi para kandidat jadi terbuang sia-sia.

"Makanya kami kembali ke cara awal dengan menggunakan paku. Terbukti efektif mengurangi jumlah suara yang tidak sah," ujar dia.

Hadar mengatakan di dunia ini hanya tinggal dua negara yang menggunakan paku saat pemilu, yaitu Kamboja dan Indonesia.

Meski kuno, Hadar mengatakan, menggunakan paku terhitung masih efektif untuk diterapkan di Indonesia.

Banyak kesan-kesan dari para delegasi asing yang ikut dalam program Election Visit Program tersebut.

Mereka juga mengapresiasi lokasi pemungutan suara dalam pemilu di Indonesia yang bisa dilakukan di mana saja. TPS bisa dibangun di pinggir jalan, di sekolah, atau di lapangan.

Di penghujung acara, Hadar Nafis mengatakan pilkada serentak yang dilakukan tahun ini masih belum terlalu rumit.

Hadar mengatakan, tantangan bagi KPU akan semakin besar dalam pemilihan calon legislatif.

"Coba datang ke sini saat pileg, surat suaranya sebesar koran. Waktu penghitungannya kalau sekarang sampai pukul 15.00 WIB, pileg bisa hitung sampai pukul 03.00 WIB keesokan harinya," kata Hadar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com