Meski demikian, Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi mengakui bahwa kerja tim itu belum efektif.
“Tim memang mengevaluasi apakah suatu daerah (pemekaran baru) sudah dapat berdiri tegak atau tidak. Tapi, kami belum memiliki hasil yang komprehensif, apakah suatu daerah berhasil atau tidak,” ujar Teguh dalam sebuah diskusi di Sentul, Bogor, Sabtu (21/11/2015).
Sebabnya, indikator kerja tim itu hanya didasarkan pada beberapa aspek saja. Salah satunya adalah target pendapatan asli daerah.
Seharusnya, kata teguh, indikator keberhasilan atau ketidakberhasilan daerah otonomi baru didasarkan pada seluruh aspek, baik di sektor kualitas birokrasi atau tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
“Saya menunjukan, evaluasi itu baru dilihat dari sisi sebagian saja, belum ada indikator makro yang dijadikan patokan,” ujar Teguh.
Ketidakefektifan itu pun membuat hasil kerja tim tidak ‘menggigit’. Seharusnya, kata Teguh, tim dapat merekomendasikan kepada Kemendagri, daerah yang dianggap gagal dalam pemekaran, dikembalikan lagi ke daerah induk.
“Seharusnya ada keberanian, kalau dinyatakan gagal, ya digabung kembali ke daerah induk,” ujar dia.
Kemendagri, sebut Teguh, tengah merancang tim evaluasi daerah otonomi baru yang lebih efektif dari sebelumnya. Anggaran progam itu juga telah dirancang.
Teguh berharap tahun 2016 mendatang, tim evaluasi tersebut sudah dapat bekerja dan menghasilkan keputusan.
Saat ini, sudah ada 87 Rancangan Undang-Undang Pembentukan Daerah Otonomi Baru yang tinggal dibahas di DPR RI. Sementara, jumlah usulan baru lainnya yang masuk ada 128 daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.