Ia menilai hal tersebut bukan sebagai intervensi bagi penegak hukum. Menurut Bambang, Presiden sebagai pucuk pimpinan Kepala Polri dan Jaksa Agung, dalam konteks politik memang tidak bisa ikut campur dalam proses hukum, namun Presiden bertanggung jawab sepenuhnya terhadap baik atau buruknya kinerja kedua lembaga penegak hukum tersebut.
Dalam hal ini, menurut Bambang, Presiden dapat menggunakan kekuasaannya secara proporsional. "Kalau ada aparatur yang memiliki kecenderungan merekayasa kasus tertentu, Presiden bisa memerintahkan agar kasus itu ditinjau ulang. Apakah ada syarat-syarat hukum dalam kasus itu," ujar Bambang, saat ditemui di Sekretariat ICW, Jakarta Selatan, Minggu (11/10/2015).
Bambang memberi contoh saat Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono meminta proses penuntutan dihentikan (deponeering), terhadap dua Pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Menurut Bambang, dalam hal ini Presiden bertindak sebagai kepala negara untuk kebaikan lembaga Polri dan Kejaksaan karena diduga ada penyimpangan sehingga menimbulkan kriminalisasi.
"Jaksa Agung bisa memberikan masukan ke Presiden, sehingga presiden tahu. Bukan berarti ikut campur, tapi apabila kasus itu memang tidak memenuhi syarat, dapat dihentikan. Presiden menggunakan kekuasaan besar namun secara proporsional," kata Bambang.
Dikutip dari harian Kompas, Presiden Joko Widodo mengatakan akan mempertimbangkan permintaan para akademisi untuk memerintahkan bawahannya menghentikan dugaan kriminalisasi terhadap Bambang. Presiden akan menjadikan permintaan para akademisi itu sebagai bahan masukan dalam mengambil keputusan.
"Ini masukan-masukan yang baik. Nanti saya pertimbangkan, sangat saya pertimbangkan," kata Presiden Jokowi di sela-sela kunjungan kerja di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (3/10/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.