JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Junimart Girsang mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan adanya izin tertulis dari presiden bagi penegak hukum yang ingin memeriksa anggota legislatif. Menurut dia, aturan tersebut hanya menambah beban kerja Presiden Joko Widodo.
"Kalau itu kan lebih ribet. Masa presiden itu ngurusin DPR juga. Bagaimana eksekutif ngurusin legislatif?" kata Junimart di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/9/2015).
Ia menilai bahwa Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang mengatur adanya izin dari MKD atas upaya pemeriksaan itu sudah tepat. Jika MKD tidak memutuskan dalam 30 hari, maka penyidik bisa melakukan pemeriksaan. Adapun Pasal 245 Ayat (2) dan (3) menyebutkan bahwa izin tidak berlaku untuk anggota DPR yang tertangkap tangan, disangka melakukan kejahatan yang diancam pidana mati/seumur hidup, serta kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara. Selain itu, izin juga tidak diperlukan untuk anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
"Pertanyaanya, apakah mungkin untuk kepentingan ataupun mempertahankan hak hukum, legislatif itu bisa dicampuri oleh eksekutif?" ucap politisi PDI-P tersebut. (Baca Seskab: Izin Pemeriksaan Anggota DPR, Presiden Jamin Tak Halangi Proses Hukum)
Kendati mempertanyakan putusan MK itu, anggota Komisi III DPR ini menerima hal itu karena sifatnya yang final dan mengikat. Dia hanya berharap, kerja utama Presiden tidak terbebani oleh adanya aturan ini. (Baca MK: Pemeriksaan Anggota Parlemen Harus Melalui Persetujuan Presiden)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.