Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut JK, Ada Motif Ekonomi di Balik Langkah Jerman Menampung Pengungsi Suriah

Kompas.com - 21/09/2015, 15:07 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, ada hitung-hitungan ekonomi di balik langkah Pemerintah Jerman yang menampung para pengungsi Suriah. Menurut Kalla, kedatangan para pengungsi Suriah diharapkan bisa memenuhi kebutuhan ekonomi Jerman akan tenaga kerja pada lima hingga enam tahun ke depan.

"Di samping upaya kemanusiaan, sebenarnya juga mempunyai perhitungan ke depan secara ekonomis, yang penting karena Jerman sebagai negara sudah mengeluarkan biaya yang besar mengenai hal ini, tapi pada lima hingga enam tahun yang akan datang akan memenuhi kebutuhan ekonominya dengan pekerja-pekerja usia kerja yang baik dari pengungsi yang hampir satu juta itu," kata Kalla saat menyampaikan sambutannya dalam seminar tingkat tinggi tentang kependudukan dan pembangunan Indonesia, di Jakarta, Senin (21/9/2015).

Langkah Pemerintah Jerman yang menampung pengungsi Suriah tersebut menjadi contoh bagaimana kaum pendatang berpotensi memberikan manfaat ekonomi pada suatu negara.

Kalla lantas mencontohkan pengalaman Jepang yang mengundang masuknya pekerja asing secara besar-besaran. Ketika itu, jumlah penduduk usia non-produktif di Jepang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk produktif.

"Mereka kemudian secara besar-besaran mengundang pekerja asing hanya untuk menjaga atau memelihara orang-orang tua di Jepang, termasuk perawat dari Indonesia. Itu risiko suatu negara," kata Kalla.

Selain itu, ia mencontohkan kebijakan negara lainnya dalam mengatur pertumbuhan penduduk. Dulu, kata Kalla, Singapura sampai memberikan insentif atau tunjangan agar penduduknya tidak melahirkan lagi atau hanya memiliki satu anak. Namun, kebijakan itu kemudian menjadi bumerang. Kemudian, Singapura memberlakukan aturan yang terbalik, yakni memberikan insentif kepada warganya agar mau melahirkan anak.

Perubahan kebijakan terkait pengaturan jumlah penduduk juga terjadi di China. Sebelumnya, China menganggap jumlah penduduknya yang besar sebagai suatu beban negara. Namun, China kemudian menyadari bahwa jumlah penduduk yang besar justru menguntungkan negara sepanjang mereka produktif.

"Tapi, setelah kebijakan itu disadari keliru, bahwa jumlah penduduk yang besar itu bisa produktif dan sekaligus jadi konsumen yang besar, maka itu ada kebijakan yang terbalik itu," kata Kalla.

Pengalaman serupa juga dialami India yang awalnya begitu khawatir akan jumlah penduduk yang besar. Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, India menerapkan program pengendalian yang sangat keras terhadap kelahiran, yakni dengan mendorong laki-laki di sana untuk melakukan vasektomi.

"Tapi sekarang dengan kesadaran bahwa itu mendukung selama kebijakan ekonominya baik, maka itu dapat juga ekonominya maju dan penduduknya makmur. Jadi kebijakan kependudukan yang jadi pelajaran bagi kita semua," tutur Kalla.

Mengenai pengaturan penduduk di Indonesia, Kalla mengklaim bahwa kebijakan kependudukan selama ini tergolong berhasil dan dianggap baik di dunia internasional. Indonesia, menurut dia, tidak hanya menerapkan kebijakan kependudukan, tetapi juga menyeimbangkannya dengan menjaga harmonisasi.

Indonesia juga menerapkan kebijakan kependudukan melalui penyesuaian kultur, agama, serta norma-norma yang berkembang di masyarakat. Terkait konsep keluarga berencana, misalnya, Kalla menyampaikan bahwa pemerintah mengombinasikan konsep tersebut dengan program transmigrasi sehingga pengendalian penduduk berjalan dengan baik.

"Hal itulah yang menjadi upaya kita, bagaimana upaya kependudukan ini dapat berhasil. Artinya, yang kita inginkan tentu harmonisasinya, tidak terlalu padat, sehingga tidak merugikan ekonomi yang berlebihan sehingga tidak seimbang dengan kapasitas atau lingkungan kita. Tetapi juga tidak drastis, tidak seperti Singapura, China dulu atau India, tapi suatu upaya yang kultular, agamis," papar Kalla.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com