Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PDI-P Sarankan Pemerintah Terbitkan Perppu

Kompas.com - 07/08/2015, 23:08 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Perpanjangan pendaftaran pemilihan kepala daerah yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum dinilai rawan digugat. Keputusan KPU yang berawal dari rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tersebut dinilai tidak ada dasar hukumnya.

"Penundaan itu tidak ada dasar hukumnya sebab pilkada serentak yang diatur per tahun itu menjadi norma dalam undang-undang, jadi bukan tahun yang pengaturannya diserahkan kepada KPU," kata anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Arif Wibowo dalam sebuah diskusi yang digelar Bawaslu di Jakarta, Jumat (7/8/2015).

Ia khawatir aturan main KPU ini akan digugat pasangan calon yang kalah suatu hari nanti. Menurut Arif, perpanjangan pendaftaran tersebut tidak tepat dalam mengatasi persoalan calon tunggal. Perpanjangan ini dinilainya hanya mengubah waktu pelaksanaan tahapan lainnya.

"Dan ada inkonsistensi, setiap mengubah tahapan harus mengubah aturannya, PKPU (peraturan KPU). Tidak bisa mengakomodir Bawaslu tanpa ubah PKPU, maka cacat hukum," tutur dia.

Sebagai gantinya, politisi PDI-P ini mengusulkan pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) guna mengatasi persoalan calon tunggal. Opsi lainnya yang dinilai sesuai adalah melakukan perubahan terhadap undang-undang pilkada. Menurut Arif, dua opsi ini lebih kuat legitimasinya.

"Karena mendesak, mengingat jadwal dan program diatur secara teknis oleh KPU dan setiap tahap memiliki rangkaian teknis. Mau tidak mau harus dilakukan upaya yang lebih praktis mengatasi itu, adalah pemerintah menerbitkan perppu," tutur dia.

Hanya obat sementara

Perpanjangan pendaftaran ini disebutnya hanya sebagai obat sementara yang belum tentu menggerakkan partai atau perseorangan untuk mengikuti pilkada. Arif juga mensinyalir adanya skenario politik di tingkat lokal yang menginginkan agar pilkada ditunda.

Upaya ini diduga dilakukan pihak-pihak yang merasa kalah dengan calon kuat yang telah mendaftarkan diri. Jika pilkada di daerah itu ditunda hingga 2017, pihak yang merasa lemah itu akan memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri.

"Pasanganang tidak berani menantang berharap jika adanya penundaan maka mereka cikup waktu mperkuat dirinya sampai pada saatnya mampu berlaga dengan peluang bisa mengalakan yang kuat tersebut," ucap Arif.

Hingga akhir masa tambahan pendaftaran calon kepala daerah pada 3 Agustus 2015, ada tujuh kabupaten/kota yang memiliki calon tunggal. Tujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat; Kota Surabaya, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Pacitan di Jawa Timur; Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB); Kota Samarinda di Kalimantan Timur; serta Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Daerah-daerah tersebut terancam batal menggelar pilkada pada 9 Desember 2015 karena peraturan KPU mensyaratkan bahwa pilkada harus diikuti sekurangnya dua pasang calon. Komisi Pemilihan Umum telah memutuskan untuk kembali memperpanjang masa pendaftaran pilkada pada 9-11 Agustus mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com