JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum menimbulkan efek jera. Meskipun hukuman bagi para pelaku tindak pidana korupsi tergolong berat, masih ditemukan pejabat atau penyelenggara negara yang terjerat korupsi.
"Ini tentu menjadi suatu pemikiran kita bahwa upaya pemberantasan korupsi atau gratifikasi ini, walaupun sudah mendapatkan hukuman tinggi dan begitu banyak pejabat yang ditahan, itu ternyata belum menimbulkan efek jera," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (15/7/2015).
Ia menanggapi kasus dugaan suap yang menjerat pengacara senior Otto Cornelis Kaligis kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Melihat fenomena korupsi yang masih terjadi, Kalla menilai perlu dipikirkan cara lebih efektif dalam menimbulkan efek jera. Ia menilai perlu adanya perbaikan sistem, baik sistem pemerintahan maupun sistem pengadilan.
"Sistem pemerintahannya, sistem pengadilan yang berjalan. (Kasus OC Kaligis) itu terjadi akibat masalah bansos. Nah, kenapa itu terjadi, di mana salahnya, itu kan kita lihat," ujar Kalla.
Terkait kasus ini, KPK menetapkan OC Kaligis sebagai tersangka pemberi suap kepada hakim. (Baca: OC Kaligis Ditahan, Situasi Gedung KPK Ricuh)
KPK juga menetapkan lima orang lainnya, yaitu pengacara M Yagari Bhastara alias Gerry, Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, Hakim Amir Fauzi, Hakim Dermawan Ginting, dan panitera sekretaris, Syamsir Yusfan. (Baca: KPK Tangkap Tangan Hakim PTUN Medan)
Penyuapan itu diduga terkait sengketa antara pemohon yakni mantan Ketua Bendahara Umum Daerah (BUD) Provinsi Sumatera Utara Fuad Lubis dan termohon Kejaksaan Tinggi Sumut. Adapun Gerry merupakan pengacara yang ditunjuk mantan Ketua Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut untuk beperkara di PTUN. Pemprov Sumut menggugat surat perintah penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumut atas dugaan penyelewengan dana bansos.
Majelis hakim PTUN yang dipimpin Tripeni lantas menyatakan bahwa ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam keputusan Kejaksaan Tinggi Sumut pada 31 Maret 2015 soal permintaan keterangan terhadap Fuad Lubis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.