Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/07/2015, 16:15 WIB

Oleh: Bambang Kesowo

JAKARTA, KOMPAS - Gunjingan di sekitar jalannya pemerintahan sebenarnya lazim dari waktu ke waktu. Disukai atau tidak, diundang atau tidak, yang namanya gunjingan selalu saja menghinggap di tiap pemerintahan (administration) yang mana pun, apalagi kalau sumbernya dari dalam pemerintahan itu sendiri.

Dalam pemerintahan saat ini, gunjingan tersebut memang bermula dari soal "apa" dan "mengapa begitu", walau bukannya tanpa isu pemicu. Akan tetapi, apa yang menjadi musabab dan mengapa bisa demikian, seperti biasa, akhirnya memang menenggelamkan perbincangan tentang isu pemicu itu sendiri. Akhir bulan Juni ini, ketika semua itu kian berujung pada desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan penataan ulang kabinetnya, bagaimana soal itu dapat dilihat dengan jernih?

Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan harian ini, sekitar dua bulan lalu, gumpalan kerisauan diungkap oleh sejumlah ahli ekonomi, moneter, perbankan dan praktisi bisnis. Kondisi ekonomi makro yang ditengarai oleh kecenderungan menurunnya pertumbuhan, dan gejolak di sektor riil yang dinilai kian tanpa kendali, mereka baca sebagai tanda-tanda yang mengkhawatirkan.

Namun, ketika di pengujung diskusi diajukan pertanyaan tentang penyebab segala kerisauan tadi, jawab yang disuguhkan justru lebih mengejutkan. Para ahli menuding bahwa biang persoalan bermula dari tidak jelasnya (baca: "kurang baiknya") aspek tata kelola pemerintahan. Karena itu, kalaupun isu pertumbuhan dan gejolak ekonomi di tataran riil itu yang menjadi pemicu, permasalahan memang kembali ke soal yang dasar sifatnya: apa sebabnya dan mengapa soal tata kelola pemerintahan lantas menjadi "biang kerok".

Pemahaman Nawacita

Ingatan kolektif bangsa ini mungkin masih segar, betapa dua bulan pertama usia Kabinet Kerja dipenuhi berbagai kritik. Ada yang mengatakan, kabinet bekerja lamban. Ada pula yang menyatakan para anggota Kabinet masih dalam tahap taraf belajar atau sedang memulai pengenalan tugas. Bahkan, ada yang dengan nada mengejek mengatakan, nabrak-nabrak dan berlaku aneh-aneh. Anggapan telah terjadinya pemilihan orang yang tidak tepat untuk tempat yang tidak pas akhirnya mengemuka.

Situasi belum juga dinilai membaik walau akhirnya awal Januari 2015 Presiden menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2020. Bagaimana mencerna dan menjabarkan RPJM yang diharapkan sebagai pengejawantahan Nawacita dalam program dan kegiatan operasional tahunan secara terpadu, dikhawatirkan belum dapat dikuasai, terutama oleh beberapa atau kebanyakan menteri kabinet.

Orang meraba dan menebak apa dan di mana kira-kira sumber penyebabnya. Telisik tentang semua itu mengarah pada jungkir baliknya norma yang lazimnya dimengerti dalam ilmu manajemen. Bukannya tujuan, sasaran, dan program yang ditetapkan terlebih dahulu, melainkan organisasi. Organisasi dengan pilihan orang-orang yang sebagian besar bahkan belum mengenali apa tujuan, sasaran, dan kerja yang harus mereka lakukan.

Masa transisi tidak dimanfaatkan secara tepat dan optimal untuk mengonsolidasi sedemikian banyak janji yang dilontarkan selama pemilu presiden serta menjahitnya walau secara pokok agar dapat digunakan sebagai patokan baik untuk menyusun organisasi ataupun merekrut calon pembantu yang pas.

Bagaimana membungkus janji untuk mencetak satu juta hektar sawah? Bagaimana mewujudkan janji membagi dua juta tanah kepada rakyat? Bagaimana bentuk dan cara peningkatan kesejahteraan hidup nelayan yang dahulu telah begitu penuh harap menerima janji itu?

Karena ada janji untuk membangun bangsa dengan basis manusia dan iptek, bagaimana persisnya dan apa yang mesti dilakukan untuk memperbaiki karakter bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)? Bagaimana menyinergikan kebijakan iptek dengan kegiatan riset dan pengembangan (R&D) dan dengan kegiatan industri guna meningkatkan daya saing? Bagaimana menyelaraskan niat membangun kesejahteraan lewat berbagai Kartu Sehat/Pintar/Sejahtera dalam konteks kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang justru telah ditegaskan dalam undang-undang sejak dekade pertama milenium ini?

Bagaimana sesungguhnya keinginan meratakan jalannya pemerintahan dan pembangunan dengan meniadakan tumpang tindih dan sengkarutnya berbagai undang-undang yang menyangkut satu masalah? Bagaimana persisnya janji reformasi birokrasi itu akan dilaksanakan, di luar ramai-ramai lelang jabatan yang sering tidak pas atau sekadar larangan rapat di hotel? Dan lain-lain, dan lain-lain.

Terkonsolidasinya sedari dini semua janji, walau dalam pokok-pokok, dan yang belakangan diberi bingkai Nawacita, setidaknya dapat menjadi acuan tentang seberapa besar format organisasi guna melaksanakannya (yang selama masa kampanye dijanjikan akan ramping, efektif, dan profesional), serta menetapkan kualifikasi para pembantu guna melaksanakannya.

Sekiranya sedikit jujur, jangan-jangan hingga akhir 2014 tidak banyak rakyat Indonesia, bahkan di kalangan pemilih (waktu itu calon) Presiden Jokowi sekalipun, yang tahu persis apa Nawacita itu. Lagi-lagi, dan jangan-jangan, belum adanya pemahaman tentang hal-hal itu pula yang menghinggap di kalangan para pembantu sewaktu mereka dipilih.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com