Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

17 Tahun Kerusuhan Mei 1998, Negara Tidak Boleh Cuci Tangan

Kompas.com - 13/05/2015, 08:34 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Teka-teki besar masih menyelimuti peristiwa Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, yang terjadi pada Mei 1998 silam. Meski sudah 17 tahun berlalu, negara tak kunjung menyelesaikan pengungkapan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) itu.

Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada empat orang tewas, empat orang mengalami luka tembak peluru tajam, ratusan orang mengalami luka-luka akibat pemukulan aparat dalam momen kelam itu. Komisi Nasional HAM telah menyelidiki perkara dugaan pelanggaran HAM itu dan telah merekomendasikan pengusutan atas kasus berdarah tersebut.

Namun, gayung tak bersambut. Kejaksaan Agung bergeming, Kepolisian sama saja. DPR RI sebagai representasi rakyat yang ingin menegakkan keadilan berdalih bermacam hal politis untuk tak merekomendasikan presiden mengeluarkan keputusan untuk pembentukan Pengadilan Ad Hoc HAM.

Janji kampanye dan implementasi

Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani mengatakan, Presiden Joko Widodo punya utang. Dalam janji kampanye pemilihan presiden 2014, Jokowi menyebut akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu secara berkeadilan.

"Tapi janji tersebut masih jauh panggang dari api karena tidak ada kejelasan kapan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terhambat di Kejaksaan Agung disidik jaksa," ujar Yati lewat siaran persnya kepada Kompas.com, Kamis (13/5/2015).

Pemerintah telah membentuk tim teknis yang terdiri dari Polri, Kejaksaan Agung, Komnas HAM dan dinaungi di bawah Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Tim itu disebut-sebut perwujudan janji kampanye presiden untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Namun, Yati belum melihat tim tersebut bekerja dan menghasilkan keputusan. Ia menengarai pembentukan tim tersebut hanya digunakan untuk rekonsiliasi tanpa mempertimbangkan akses keadilan, pemulihan kepada korban, dan pengungkapan kebenaran siapa-siapa saja auktor intelektualis yang terlibat di dalamnya.

"Kami mendesak Presiden Jokowi memastikan tim teknis itu bekerja sesuai mandat serta wewenangnya. Jangan malah menjadi alat cuci tangan negara untuk menutup akses keadilan. Sudah 17 tahun kerusuhan Mei, negara tidak boleh cuci tangan," ujar Yati.

Kontras juga meminta Jaksa Agung HM Prasetyo menjalankan fungi dan kewajiban untuk menyidik kasus kerusuhan Mei, seperti yang dimandatkan dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kontras juga meminta DPR RI untuk segera menggunakan kewenangannya mengusulkan kepada presiden untuk mengeluarkan Keppres Pembentukan Pengadilan Ad Hoc HAM, sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang 26 Tahun 2000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com