Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Video ISIS dan Pornografi...

Kompas.com - 19/03/2015, 06:30 WIB

KOMPAS.com — Mudahnya masyarakat Indonesia mengakses video dan materi propaganda kelompok milisi ISIS di dunia maya menjadi kontroversi mengingat Pemerintah Indonesia tidak mengalami kesulitan untuk menutup situs-situs pornografi.

Video propaganda ISIS berisi pelatihan senjata yang melibatkan anak-anak berbahasa Melayu dan Indonesia yang beredar pada Minggu (15/3/2015) hingga Selasa (17/3/2015) lalu di dunia maya. Video tersebut tidak diblokir secara otomatis seperti yang terjadi pada materi pornografi.

Meski belakangan video itu diblokir pihak YouTube, langkah itu baru ditempuh setelah munculnya pengaduan dari masyarakat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menkominfo Rudiantara mengatakan, ada sejumlah isu yang memerlukan rekomendasi dari tokoh masyarakat dan pakar, termasuk isu SARA dan penyebaran kebencian.

"Kalau berkaitan dengan pornografi, kita sudah tahu bagaimana mengatasinya karena ada Undang-Undang Pornografi. Namun, tidak semua perlakuan khusus terhadap situs-situs tertentu bisa kami putuskan. Karenanya, ada panel yang memberi rekomendasi," kata Rudiantara.

Salah seorang tokoh masyarakat yang dihubungi Kemenkominfo untuk menjadi anggota panel ialah figur Nahdlatul Ulama, Salahudin Wahid. Menurut dia, pemerintah patut melarang penyebaran video propaganda ISIS dengan landasan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang kejahatan terhadap keamanan negara.

Belum cukup

Antisipasi pemerintah yang memerlukan rekomendasi panel tersebut dipandang kurang efektif karena melawan penyebaran propaganda memerlukan langkah ekstra cepat sebagaimana dikatakan pengamat terorisme, Taufik Andrie.

"Menutup situs internet kehilangan efektivitasnya ketika materinya, dalam hal ini bisa berita, materi propaganda, karya terjemahan atau video, telanjur disebarluaskan sehingga kalaupun ditutup, bisa jadi materinya sudah disalin ke website tidak berbayar, semisal blogspot atau wordpress. Kecepatan menduplikasi mereka luar biasa," kata Taufik.

Lepas dari penutupan situs, sambungnya, pemerintah seharusnya balas menyebarkan pesan perdamaian dan syiar Islam moderat di dunia maya.

"Karena ini peperangan dalam teknologi informasi, medan pertempurannya harus sama. Pemerintah harus melawan pemikiran mereka melalui konsep, ideologi Islam moderat," ujarnya.

Sedikitnya, ada tiga video yang sempat beredar di laman YouTube sejak Minggu 15 Maret lalu. Video berdurasi 2 menit 12 detik itu menggambarkan belasan anak-anak belia berusia belasan tahun dilatih bela diri dan menggunakan senjata api.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com