Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro: Koruptor Pantas Dapat Diskriminasi

Kompas.com - 18/03/2015, 19:05 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqqodas, menentang rencana pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi. Wacana ini muncul saat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly ingin melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, termasuk koruptor.

Busyro menilai koruptor sewajarnya diberi diskriminasi, bukan remisi.

"Kejahatan-kejahatan khusus seperti kasus narkoba, terorisme, dan korupsi justru perlu dilakukan penyikatan yang diskriminatif, dalam arti positif. Jadi kalau disamakan (dengan kejahatan umum) justru negatif. Sehingga nalar hukum menteri ini lemah," kata Busyro seusai mengisi seminar Ideopolitor dan Diskusi Jelang Muktamar di Gedung Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM), Kabupaten Magelang, Rabu (18/3/2015) sore.

Mantan Ketua KY itu menyayangkan sikap Menteri Hukum dan Ham yang justru tidak menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi. Padahal, kata Busyro, korupsi merupakan kejahatan yang pelan-pelan telah membunuh rakyat sejak puluhan tahun silam.

"Rakyat Indonesia sudah dibunuh pelan-pelan oleh para koruptor, tetapi menteri ini justru tidak menunjukkan kepekaan terhadap rakyat. Menteri apaan ini," ucap Busyro yang merupakan doktor ilmu hukum itu.

Busyro mengaku belum optimis dengan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memberantas korupsi. Busyro justru melihat masih ada upaya-upaya pelemahan terhadap fungsi lembaga pemberantas korupsi, hingga adanya revisi undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

"Saya belum optimis, kecuali Presiden Jokowi menepati janji-janjinya ketika kampanye yang ingin menguatkan KPK," ujar Busyro.

Meski bukan lagi bagian KPK, dirinya menyatakan tekad akan melakukan perlawanan dengan merangkul berbagai elemen masyarakat, seperti kalangan kampus. Kecuali, kata Busyro, Presiden Jokowi bersedia mengundang KPK untuk berdiskusi dan menerima masukan KPK.

"Sudah 10 tahun lebih KPK akan dilemahkan dengan berbagai cara, termasuk dengan merevisi Undang-Undang KPK. Jika hal itu terjadi pada pemerintahan Jokowi, maka rakyat akan membuat perlawanan yang beradab," ucap Busyro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com