Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penundaan Eksekusi Mati Ciptakan Kondisi Tak Nyaman bagi Jokowi

Kompas.com - 11/03/2015, 12:11 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo dianggap berada dalam posisi tidak nyaman karena Indonesia secara tegas akan menegakkan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba. Karena sistem hukum itu, Jokowi mendapat tekanan, tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari dunia internasional.

Dosen Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan bahwa tekanan terhadap Jokowi sebenarnya tidak akan menjadi besar jika pelaksanaan eksekusi mati tidak diulur-ulur. Menunda waktu eksekusi, kata Emrus, sama dengan memancing timbulnya polemik dari dalam dan luar negeri.

"Kondisi Jokowi sangat tidak nyaman. Penolakan eksekusi mati datang dari dalam dan dari dunia internasional," kata Emrus saat dihubungi, Rabu (11/3/2015).

Emrus menuturkan, Jokowi menghadapi situasi yang semakin tidak nyaman setelah adanya ancaman dari mantan pegawai Badan Pertahanan Nasional Amerika Serikat atau NSA, Edward Snowden. Snowden mengancam akan membocorkan percakapan Jokowi saat Pemilu Presiden 2014 jika eksekusi mati tetap dilaksanakan.

Menurut Emrus, penundaan pelaksanaan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba menimbulkan beragam spekulasi di tengah masyarakat. Ia menyarankan eksekusi mati harus segera dilakukan sebagai penegas tegasnya sistem hukum di Indonesia yang tidak mampu diintervensi.

"Sekarang spekulasi semakin liar, Jokowi semakin tidak nyaman. Tidak ada pilihan, harus dieksekusi semua, lebih cepat lebih baik meski risikonya Jokowi akan mendapatkan tekanan politik internasional," ucapnya.

Sebelumnya, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa persiapan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, sebagai tempat eksekusi para terpidana mati telah mencapai 100 persen. Waktu eksekusi mati tinggal menunggu keputusan Jaksa Agung HM Prasetyo.

Beberapa waktu lalu Kejaksaan Agung merilis 10 nama terpidana mati kasus narkoba yang akan dieksekusi, yakni Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Perancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).

Kemarin, pengusaha asal Inggris Richard Branson meminta Presiden Joko Widodo untuk membatalkan rencana eksekusi mati bagi para terpidana kasus narkotika. Richard bersama beberapa rekannya menuliskan surat kepada Jokowi untuk memohon pengampunan bagi para terpidana mati.

Richard yang merupakan anggota Komisi Global Antinarkoba mengungkapkan bahwa hukuman mati adalah sebuah bentuk hukuman yang tidak manusiawi, yang telah terbukti berkali-kali gagal memberi rasa takut melakukan tindak pidana. Selain itu, Richard mengatakan, hukuman mati sebenarnya mencabut kesempatan pengampunan bagi terpidana yang telah menunjukkan pertobatan.

Ia mengatakan, sebagian dari terpidana yang akan dieksekusi mati baru menginjak usia dewasa ketika divonis terbukti bersalah. Menurut Richard, melihat penyalahgunaan narkotika dalam aspek kesehatan dan bukan sebagai masalah pidana, sebenarnya dapat memperbaiki masalah peredaran narkoba di Indonesia secara drastis. Hal itu telah terbukti efektif di negara-negara lain, khususnya seperti Portugal. Ia menambahkan, negara-negara yang masih menjalankan eksekusi mati atas kasus narkoba belum dapat melihat adanya penurunan transaksi peredaran narkotika. Perdagangan narkoba masih tetap ada dan tidak terpengaruh oleh adanya ancaman hukuman mati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com