Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Machfud Suroso Dituntut 7,5 Tahun Penjara dalam Kasus Hambalang

Kompas.com - 04/03/2015, 14:43 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso dituntut tujuh tahun dan enam bulan penjara atas perkara korupsi dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap Machfud melakukan tindakan melawan hukum bersama-sama Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor dengan memengaruhi Kuasa Pengguna Anggaran dan panitia pengadaan dalam proyek tersebut. Selain itu, Machfud juga dituntut membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.

"Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun enam bulan ditambah pidana dneda 300 juta subsider enam bulan kurungan," ujar Jaksa Fitroh Rochyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (4/3/2015).

Menurut jaksa, perbuatan Machfud telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 464,5 miliar. Jaksa menyebut bahwa dalam proyek ini, Machfud menerima uang sebesar Rp 44,7 miliar. Sementara itu, Machfud telah mengembalikan uang sebesar Rp 7,8 miliar kepada penyidik. "Sehingga, biaya tambahan pengganti sejumlah Rp 36,818 miliar diganti pidana penjara selama 4 tahun," kata jaksa.

Jaksa mengatakan, hal yang memberatkan Machfud dalam tuntutan ini yaitu Machfud tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, tindak korupsi Machfud mengakibatkan proyek P3SON Hambalang di Kemenpora tidak terwujud.

"Hal yang meringankan belum pernah melakukan perbuatan melanggar hukum, menyesali perbuatan, memiliki tanggungan keluarga, dan bersikap sopan," ujar jaksa.

Dalam surat dakwaan, Machfud menginginkan agar perusahaannya dijadikan sub-kontraktor oleh PT Adhi Karya yang ikut serta dalam lelang proyek P3SON Hambalang. Machfud kemudian memberikan uang sebesar Rp 3 miliar kepada Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam agar PT Adhi Karya menang tender.

Sementara itu, Teuku didakwa menyuap Wafid sebesar Rp 2 miliar untuk memuluskan lelang tersebut. Ternyata, bos Grup Permai Muhammad Nazaruddin juga mengincar proyek tersebut dan telah mengeluarkan uang sebesar Rp 10 miliar untuk pengurusan proyek Hambalang.

Dakwaan jaksa menjelaskan, sebagian uang tersebut diberikan kepada mantan Menteri Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng, melalui adik Andi, Choel Mallarangeng, sebesar 550.000 dollar Amerika dan diberikan juga kepada Komisi X DPR RI sebesar Rp 2 miliar.

"Atas permasalahan tersebut, terdakwa (Machfud) meminta bantuan Anas Urbaningrum agar Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang," kata Jaksa.

Menurut surat dakwaan, Machfud dan Teuku terus melakukan pendekatan yang gencar terhadap panitia pengadaan proyek sehingga Adhi-Wika memenangkan proses lelang tanpa adanya pelaksanaan proses lelang sebagaimana semestinya. Adhi-Wika yang dipimpin oleh Teuku Bagus merupakan bentuk kerjasama operasi antara PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Nilai kontrak pembangunan proyek P3SON di Hambalang sebesar Rp 1,077 triliun.

"Setelah kontrak ditandatangani, perusahaan terdakwa PT DCL ditunjuk KSO Adhi-Wika menjadi subkontrak pekerjaan mekanikal elektrikal dengan harga yang digelembungkan," kata jaksa.

Dalam pelaksanaan pembangunan proyek P3SON Hambalang, KSO Adhi-Wika telah menerima pembayaran dan Kemenpora sebesar Rp 453.274.231.090,45. Sebagian dana tersebut digunakan untuk membayar PR DCL sebesar Rp 171.580.224.894. Machfud juga disebut menerima pembayaran dari PT Adhi Karya Divisi Konstruksi I sebesar Rp 12,5 miliar. "Sehingga total uang yang diterima terdakwa sebesar Rp 185.580.224.894," kata Jaksa.

Namun, dari sejumlah uang yang diterima Machfud untuk proyek Hambalang, hanya sebesar Rp 89,150 miliar yang digunakan sebagaimana mestinya. Adapun sisanya dibagi-bagi oleh Machfud untuk sejumlah pihak untuk memuluskan keterlibatan PT DCL dalam proyek itu. Atas perbuatannya, Machfud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com