Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi, dari Kerajaan Nusantara hingga Reformasi

Kompas.com - 28/01/2015, 14:00 WIB


Oleh: Iwan Santosa

KOMPAS - Rezim Orde Baru (1966-1998) adalah era yang diakhiri dengan tuntutan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjalar di pusat kekuasaan hingga di daerah. Terkait korupsi yang terus terjadi hingga saat ini, jejaknya ternyata dapat ditemukan jauh di belakang sejarah Indonesia.

Teori mengenai genealogi korupsi di Kepulauan Nusantara memang beragam. Versi paling populer adalah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie/Kompeni Dagang Hindia Belanda) mengajari masyarakat untuk korupsi di segala bidang. Bahkan, ada ejekan yang menyebut VOC, perusahaan multinasional yang bangkrut pada peralihan abad ke-18 ke abad ke-19 ini, sebagai Vergaan Onder Corruptie (hancur karena korupsi)....

Namun, sejarawan alumnus Universitas Indonesia, Hendaru Tri Hanggoro, menyatakan, jejak korupsi di Tanah Air juga dapat dilihat pada zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara. Saat itu, jumlah pajak desa yang harus dibayar sudah digelembungkan para pejabat lokal yang memungut pajak dari rakyat yang masih buta huruf.

Kelompok petugas pajak yang disebut mangilala drwya haji ini disebut dalam prasasti awal abad ke-9 pada tahun 741 Caka atau 819 Masehi dalam buku Peradaban Jawa karya Supratikno Raharjo. Sejarawan Onghokham dalam buku Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong juga menyoal petani yang sering menjadi sasaran penyelewengan para mangilala drwya haji.

Praktik korupsi besar-besaran juga terjadi pada masa tanam paksa. Saat itu disebutkan, petani hanya bisa mendapat 20 persen hasil panennya dan diduga juga hanya 20 persen yang dibawa ke Negeri Induk (Kerajaan Belanda). Selebihnya 60 persen hasil bumi Nusantara diambil pejabat lokal dari desa hingga kabupaten.

Ironi lainnya adalah semasa penjajahan, sejarawan Universitas Paramadina, Hendri F Isnaeni mengatakan, ketika kelompok oposisi dan nasionalis Syarikat Islam (SI) pecah menjadi SI dan SI Merah yang kelak menjadi Partai Komunis Indonesia, terjadi saling tuding korupsi.

Sejarawan Yayasan Nation Building, Didi Kwartanada, menceritakan, salah satu teori genealogi korupsi Indonesia modern berasal dari masa pendudukan militer fasis Jepang.

Didi, mengutip sejarawan National University of Singapore, Syed Hussein Alatas, mengklaim kekuasaan Jepang yang militeristik mempekerjakan aparatur lokal yang berkemampuan rendah dan serakah.

Akibatnya, korupsi, pasar gelap, dan pelbagai penyimpangan terjadi secara marak meski jika ketahuan akan dihukum keras pihak Jepang. Akhirnya mereka dan sistem yang sudah rusak itu turut berkuasa pada era Republik Indonesia pasca 1945.

Korupsi Orde Lama

Sejak Indonesia merdeka, pasca 1945, korupsi juga telah mengguncang sejumlah partai politik. Sejarawan Bonnie Triyana menceritakan, skandal korupsi menimpa politisi senior PNI, Iskaq Tjokrohadisurjo, yang adalah mantan Menteri Perekonomian di Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Kasus tersebut bergulir 14 April 1958.

Kejaksaan Agung yang memeriksa Iskaq memperoleh bukti cukup untuk menyeretnya ke pengadilan terkait kepemilikan devisa di luar negeri berupa uang, tiket pesawat terbang, kereta, dan mobil tanpa seizin Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negeri (LAAPLN). Iskaq akhirnya mendapat grasi dari Presiden Soekarno. Namun, mobil Mercedes Benz 300 yang diimpornya dari Eropa tetap disita untuk negara.

Kasus lain adalah Menteri Kehakiman Mr Djody Gondokusumo (menjabat 30 Juli 1953-11 Agustus 1955) yang tersandung perkara gratifikasi dari pengusaha asal Hongkong, Bong Kim Tjhong, yang memperoleh kemudahan memperpanjang visa dari Menteri Kehakiman.

Visa tersebut ternyata dibayar dengan imbalan Rp 20.000. Jaksa Agung Muda Abdul Muthalib Moro menduga uang pemberian pengurusan visa tersebut digunakan untuk membiayai Partai Rakyat Nasional pimpinan Djody.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com