Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK Yakin Kasus Budi Gunawan Tak Munculkan Cicak Versus Buaya Jilid II

Kompas.com - 15/01/2015, 17:28 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin bahwa status tersangka yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap calon Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan akan menimbulkan ketegangan antara KPK dan Polri. Menurut Kalla, KPK dan Kepolisian RI merupakan dua institusi yang bekerja dengan saling mendukung.

"Tidaklah. Jangan lupa, di KPK juga banyak orang Polri. Setengah dari orang KPK itu orang polisi, masa tegang-tegang?" kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (15/1/2015).

Sebelum kasus ini mencuat, hubungan KPK dengan Kepolisian sempat memanas, terutama ketika KPK menetapkan Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka. Djoko merupakan jenderal polisi pertama yang ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Penetapan Djoko sebagai tersangka ini diikuti dengan penarikan besar-besaran penyidik Polri yang bertugas di KPK. Kepolisian juga sempat menggeruduk Gedung KPK untuk menangkap salah satu penyidik KPK, Novel Bawedan, atas tuduhan melakukan tindak penganiyaan yang terjadi delapan tahun silam.

Ketegangan antara dua institusi tersebut diselesaikan Susilo Bambang Yudhoyono selaku presiden ketika itu. SBY menilai proses penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat waktu dan caranya. Serangkaian kasus itu sempat memunculkan istilah "Cicak versus Buaya".

Menurut Kalla, kondisi Polri dan KPK saat ini berbeda dari waktu sebelumnya. Oleh karena itu, ia menilai kemungkinan besar gesekan antara dua institusi penegak hukum tersebut tidak lagi terjadi.

"Sekarang enggaklah, kan sudah dijelaskan tidak ada cicak, tidak ada buaya itu," ucap Kalla.

Terkait penetapan Budi sebagai tersangka, Kalla berharap proses hukumnya di KPK bisa berjalan adil. Ia yakin bahwa KPK tidak akan menahan Budi dalam waktu dekat. Ia mencontohkan kasus mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi Purnomo, yang belum ditahan KPK meskipun ditetapkan sebagai tersangka sejak April tahun lalu.

"Sudah berapa lama Pak Hadi, enggak apa-apa kan? Yang lain juga enggak apa-apa kan? Ditahan itu orang kalau orang mau lari, mau apa, yak kan begitu. Masak Budi mau lari?" ucap Kalla.

Menurut dia, KPK perlu mencari terlebih dahulu dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Budi sebelum melakukan penahanan. Ia menilai perlu mengedepankan asas praduga tak bersalah.

"Yang dimaksud korupsi kan itu yang merugikan negara, yang melanggar hukum yang memperkaya diri sendiri, tentu mesti dicari dulu apa yang dilanggar, yang mana yang merugikan negara, kan begitu kan," kata Kalla. Kendati demikian, Kalla menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mencampuri proses hukum Budi.

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. (Baca: Budi Gunawan: Ini Pembunuhan Karakter!!).

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu. Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri (baca: Soal Transaksi Mencurigakan, Ini Penjelasan Budi Gunawan).

Adapun KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar. Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com