Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Wali Kota Bekasi "Keluyuran", Kalapas Sukamiskin Diperiksa

Kompas.com - 13/11/2014, 21:07 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Marselina Budiningsih diperiksa oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat. Dirjen Pemasyarakatan Kemenhuk dan HAM Handoyo Sudrajat mengatakan, pemeriksaan Marselina terkait Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad yang kedapatan keluar lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, tempat dia ditahan.

"Diperiksanya oleh Kanwil Kementerian Hukum dan HAM di Jawa Barat," ujar Handoyo saat dihubungi, Kamis (13/11/2014).

Handoyo mengatakan, Marselina dan beberapa petugas lapas diperiksa untuk mengonfirmasi kabar yang beredar bahwa Mochtar meninggalkan lapas pada Senin (27/10/2014) malam dan menyambangi rekannya di Jakarta.

"Menguji benar atau tidak berita itu. Kalau betul, apakah keluarnya itu sesuai prosedur atau tidak," kata Handoyo.

Namun, Handoyo enggan menyebut sanksi apa yang dapat dikenakan apabila Marselina dan petugas lapas lainnya terbukti melanggar. Menurut dia, saat ini Kanwil Kementerian Hukum dan HAM di Jawa Barat masih melakukan penyelidikan sehingga belum diketahui apakah yang bersangkutan melakukan kesalahan atau tidak.

"Kalau melanggar, ya dilihat melanggarnya apa. Kan kita belum tahu apa yang dilanggar. Sesuai ketentuan saja," ujar dia.

Sebelumnya, Sirra Prayuna yang pernah menjadi kuasa hukum mantan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohammad, mengakui bahwa ia melakukan pertemuan dengan Mochtar di kawasan Ampera Raya, Jakarta, pada 27 Oktober silam. Padahal, Mochtar saat ini masih menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, sebagai terpidana kasus suap anggota DPRD Bekasi untuk mengesahkan APBD tahun 2010.

Sirra mengaku, pertemuannya dengan Mochtar hanya membahas mengenai pupuk kompos yang diperlukan Mochtar untuk kerja sosialnya selama di lapas. Lagi pula, kata Sirra, saat itu Mochtar didampingi oleh petugas lapas.

Pada Maret 2012, Mochtar menolak dieksekusi dengan alasan belum menerima salinan putusan MA. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap dan menjemput paksa Mochtar di Seminyak, Bali.

Eksekusi ini dilakukan setelah ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara sesuai dengan putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan ia bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Ia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama di tingkat kasasi.

Mochtar dianggap menyuap anggota DPRD Bekasi dengan nilai sebesar Rp 1,6 miliar serta menyalahgunakan dana anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010.

Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Pada pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, menjatuhkan vonis bebas untuk Mochtar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com